Editor
Bihan menambahkan, masalah ini bermula dari teknis pendaftaran.
“Kesalahannya terletak pada berbondong-bondongnya masyarakat menemui operator. Saya sudah ingatkan operator untuk tidak menambah calon siswa, namun itu masih dilanggar,” katanya.
Mengenai dugaan adanya praktik titipan siswa maupun permainan uang dalam penerimaan, ia menegaskan tidak mengetahuinya.
“Enggak tahu saya kalau ada permainan uang,” ujarnya.
Di sisi lain, sejumlah orangtua mengaku banyak strategi digunakan agar anak bisa diterima di SMA Negeri 5.
HS, seorang wali murid, mengaku pernah memindahkan Kartu Keluarga (KK) ke sekitar sekolah agar anaknya bisa diterima melalui jalur domisili.
“Setahun sebelum anak saya lulus SMP, saya sudah memindahkan KK. Modus pindah KK ini memang banyak terjadi,” kata HS.
Selain itu, isu titip anak pada orang berpengaruh serta pengondisian nilai SMP juga disebut sebagai strategi sebagian orangtua.
Bahkan, PJ, seorang ibu rumah tangga, mengaku pernah mendengar adanya praktik penggunaan uang.
“Saya sempat mendengar ada yang menggunakan uang, tetapi tidak bisa dipastikan apakah itu ulah oknum calo atau tarif tidak tertulis,” ungkapnya.
Kisruh ini akhirnya dimediasi oleh DPRD Provinsi Bengkulu. Ketua Komisi IV DPRD Bengkulu, Usin Abdisyah Sembiring, menegaskan bahwa masalah ini tidak boleh merugikan masa depan siswa.
“Orangtua harus mengubah paradigma, jangan menganggap bahwa tidak diterima di SMA Negeri 5 seperti masuk neraka. Masa depan anak tidak suram hanya karena itu,” kata Usin.
DPRD bersama Dinas Pendidikan, sekolah, dan wali murid membentuk tim bersama untuk membantu mencari sekolah bagi siswa terdampak.
Posko penyaluran dibuka di Dinas Pendidikan guna memfasilitasi siswa yang ingin pindah ke sekolah negeri lain.
“Pengisian Dapodik harus cepat karena batas terakhir adalah 31 Agustus,” kata Usin.