Namun, ia berpendapat bahwa tugas tersebut tidak cukup hanya dengan menunggu pengunjung datang.
"Kalau dibilang penjaga api literasi, harus lebih banyak lagi. Karena petugas perpustakaan itu ada di tempat sumber bukunya, tapi kita enggak bisa terus nunggu orang datang. Justru harus jemput bola," katanya.
Dari segi kesejahteraan, Melisa memilih untuk tetap bertahan di pekerjaannya saat ini karena alasan realistis.
Ia mengakui bahwa kondisi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia menjadi salah satu faktor yang membatasi pilihan pekerjaan.
"Di atas kertas, lebih baik tetap lanjut kerja daripada terlalu idealis. Misalnya karena gajinya kurang besar lalu memutuskan keluar, buat saya enggak masuk akal. Mending lanjut kerja sambil cari," ucapnya.
Bagi Melisa, menjadi petugas di Perpustakaan Ajip Rosidi bukan sekadar pekerjaan, melainkan juga menambah pengalaman baru.
Ia beberapa kali diundang sebagai pembicara atau peserta siniar.
"Jadi kita banyak yang diundang untuk diskusi atau ikut acara dan segala macam. Nanti dengan sendirinya kita akan jadi tahu oh ternyata permasalahannya lebih dalam daripada yang dilihat ini," pungkas Melisa.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang