Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Sesar Cimandiri, Penyebab Gempa Cianjur dan Kenapa Begitu Dahsyat hingga 162 Orang Meninggal?

Kompas.com - 22/11/2022, 15:14 WIB
Agie Permadi,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Sesar Cimandiri disebut jadi pemicu gempa berkekuatan 5.6 SR mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (21/11/2022).

Pusat gempa berada di daratan di kedalaman 10 km dan tidak berpotensi menimbulkan tsunami, getaran gempa ini terasa hingga beberapa daerah termasuk Kota Bandung.

"Menurut beberapa data yang didapatkan saat ini serta melihat gempa susulan dan kerusakan yang terjadi, penyebab gempa ini adalah Sesar Cimandiri yang membujur dari Teluk Pelabuhan Ratu sampai sekitar Padalarang," ungkap Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Dr Irwan Meilano dalam rilisnya, Selasa (22/11/2022).

Baca juga: Gempa Cianjur Terkini: 40 Rumah Rusak di Bogor, 2 Orang Luka-luka

Irwan menjelaskan, sesar merupakan bidang rekahan yang disertai dengan adanya pergeseran, mengalami retakan, atau memiliki celah. Sesar Cimandiri sendiri tergolong sesar aktif.

Pada sesar ini terdapat akumulasi tegangan tektonik yang menjadi gaya penerus gempa. Jika ditilik melalui pendekatan geologi, juga menunjukkan hal serupa.

Sesar ini termasuk sumber gempa yang independen dan tidak dipengaruhi gempa-gempa sebelumnya sehingga terdapat potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan," tutur dia.

Baca juga: Cerita Korban Gempa Cianjur yang Selamat, Ada yang Keluar dari Reruntuhan Tembok dengan Kondisi Kepala Berdarah

Jika ditinjau dari kekuatannya, gempa yang terjadi pukul 13.21 WIB ini bukan tergolong gempa besar. Meski demikian, hingga kini tercatat 162 korban meninggal. Sejumlah infrastruktur pun mengalami kerusakan massif.

Menurut Irwan, hal ini disebabkan hiposentrumnya yang tergolong dangkal. Terdapat lapisan yang cukup halus dan bangunan di atasnya yang tidak tahan gempa.

Lebih lanjut, Irwan menyebut bahwa ini bukan kali pertama pergerakan Sesar Cimandiri menyebabkan gempa. Pada tahun 1970-an gempa berkekuatan serupa pun pernah terjadi.

Ada pembelajaran yang bisa dipetik dari bencana tersebut. Concern utama berada di pemerintah dan pemda, yakni perlu ada upaya untuk memahami bahwa daerah tersebut memiliki potensi gempa.

"Penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya serta jaraknya dari sumber gempa. Selain itu, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan," ucapnya.

Ketika bencana terjadi, terdapat waktu (golden time) untuk evakuasi yang hanya berkisar rata-rata 30 menit setelah gempa bumi.

Hal yang dapat dilakukan setelah bencana terjadi adalah memberikan respons yang terbaik. Ia mengatakan, Indonesia harus belajar dari Jepang dalam memanfaatkan golden time ini.

"Rumah sakit darurat, pengungsian sementara, air, dan sanitasi yang baik, mulai dipersiapkan sekarang. Jika hanya fokus pada yang terluka, lantas mengesampingkan hal-hal vital yang harus dipersiapkan, maka orang yang selamat pun dapat menjadi korban selanjutnya," ucapnya.

Irwan berharap, tak ada lagi korban jiwa dan semua pihak dapat sama-sama belajar untuk mengantisipasi hal serupa di kemudian hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com