GARUT, KOMPAS.com – Wiwit Nur Hidayah (25), anak sulung dari pasangan Wagiman (51) dan Tatat Kurniati (49), warga Kampung Neglasari Desa Mekarsari Kecamatan Bayongbong, meraih gelar doktor kimia termuda di Jawa Barat.
Lulusan SMAN 1 Garut tersebut memiliki empat gelar akademik di usia 25 tahun yaitu Sarjana Farmasi (S.Farm), Apoteker (Apt), Magister Sains (M.Si) dan Doktor (Dr) usai sidang terbuka program doctor kimia Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran, Selasa (8/08/2023) lalu.
Jalan panjang dilalui Wiwit untuk meraih gelar doktor di usia muda. Dia pun mengakui menghabiskan banyak waktu untuk belajar demi cita-citanya terwujud.
Baca juga: Cerita Giman, Tukang Ojek Asal Garut, Antar Anaknya Raih Gelar Doktor Kimia Termuda
“Cita-cita saya sejak kecil ingin jadi peneliti,” kata Wiwit yang ditemani ibunya, Tatat Kurniati di rumahnya, Kamis (10/8/2023).
Wiwit ingat, saat duduk di bangku SMA, guru BK-nya mengenalkan konsep "Proposal Hidup", tentang target yang ingin dicapai selama satu tahun.
Sejak tahu konsep itu, setiap tahun dia selalu menyusun proposal hudupnya, termasuk sekolah S3 dengan beasiswa.
“Mau sekolah S3, saya pasang target bisa dapat beasiswa. Alhamdulillah semua target di “Proposal Hidup” saya bisa tercapai semua,” kata Wiwit ceria.
Ayahnya yang bekerja sebagai tukang ojek tidak menjadi ganjalan untuknya terus bersekolah.
Menurut Wiwit, selama dirinya memiliki kapabilitas, target hidupnya akan tercapai.
“Yang penting kitanya capable, pasti ada jalan, rejekinya pasti ada,” kata Wiwit.
Selama bersekolah, Wiwit memang dikenal sebagai siswa berprestasi. Prestasi akademik ini, menjadi modal bagi Wiwit untuk bisa terus bersekolah. Karena, dengan prestasi yang dimilikinya, banyak program beasiswa yang bisa diaksesnya.
“Banyak program beasiswa dari pemerintah, asal kita capable,” katanya.
Wiwit menceritakan, jenjang S3 yang berhasil dilaluinya, juga dibiayai dari beasiswa. Beasiswa ini, juga menanggung biaya hidup dan penelitian untuk studinya. Biaya hidup yang ditanggung beasiswa, besarnya melebih UMK di Bandung, sementara biaya penelitiannya, bisa memberangkatkan dirinya ke Jepang dua kali.
“Salahsatu syaratnya IPK-nya 3,75, tidak boleh turun,” katanya.
Selain faktor prestasi selama sekolah, Wiwit mengakui, dirinya selalu saja dipertemukan dengan lingkungan yang mendukung untuk bisa meraih semua target-target hidupnya.