BANDUNG, KOMPAS.com - Dewan Pembina Paguyuban Tani Lestari, Arys Buntara, menyampaikan beberapa persoalan yang dihadapi petani teh d Indonesia.
"Anggota kami 34.000 dari 14 kabupaten, 11 di Jabar, 3 di Jateng. Setelah pandemi, terjadi penurunan produktivitas yang signifikan," ujar Arys dalam Asia Tea Alliance di Bandung, belum lama ini.
Arys mengungkapkan, biasanya 1 hektar lahan menghasilkan 1,5-2 ton teh, namun kini hanya 2 kuintal.
Baca juga: Jalan di Depan Indekos di Kabupaten Bandung Ditembok oleh Tetangga, Ternyata Fasilitas Umum
Ditambah dengan harga jual Rp 2.400-2.800 per kg yang tak kunjung naik, membuat petani sulit untuk bertahan.
"Persoalan utama adalah sulitnya regenerasi. Saat ini susah sekali mencari pemetik teh," tutur dia.
Bila datang ke lapangan, rata-rata pemetik teh saat ini paling muda berusia 30-40 tahun.
Baca juga: Nasib Buruh Petik Teh di Malang, Upah Rp 1.000 Per Kg sejak 13 Tahun Silam
Anak mudanya sendiri tidak tertarik untuk menjadi pemetik teh. Mereka lebih memilih untuk bekerja di kota.
Hal ini disebabkan upah yang murah. Untuk 1 kg teh, para pemetik hanya dibayar Rp 800. Selain itu, pekerjaan pemetik teh cukup berat, karena mereka harus bangun pukul 4.
"Siapa pemuda yang mau gigih bangun jam 4 pagi untuk metik, setelah itu dibayarnya hanya Rp 800 per kg," tutur Arys.
Namun di sisi lain, bila kondisi seperti ini dibiarkan akan berbahaya.
"Memang ada anak muda yang main di teh, tapi di hilir, dengan produk teh artisannya. Tapi bila di hulunya bermasalah (pemetik), akan berimbas ke hilir," ungkap dia.
Untuk itu dibutuhkan campur tangan pemerintah. Misalnya dengan berbagai kemudahan, seperti pemberlakuan harga eceran tertinggi (HET) hingga teknologi.
"Supaya petani bisa hidup," tutur Arys.
Selain Arys, pelaku industri teh dari berbagai negara yang tergabung dalam Aliansi Teh Asia (ATA) membahas berbagai tantangan.
Di antaranya mengatasi dampak perubahan iklim, harga yaang stagnan, biaya tenaga kerja yang tinggi, pasokan berlebih, tingginya biaya transaksi, dan harga yang adil.
Untuk menjawab tantangan ini disepakati 5 rencana aksi. Yakni pertama, mempromosikan konsumsi berkelanjutan.
Kedua, kesatuan kebijakan dan hukum. Ketiga produksi dan reduksi karbon. Keempat, kolaborasi ilmiah dan terakhir dukungan komprehensif.
Ketua Dewan Teh Indonesia, Rachmad Gunadi mengungkapkan, aliansi ini mempercepat inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu mempromosikan praaktek berkelanjutan.
"Serta menentukan arah bagi industri teh yang lebih resilien, setara, dan sejahtera bagi semua pihak," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.