Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Tekstil Dipukul Barang Impor, Menteri Teten: Produsen Sekarat

Kompas.com - 25/09/2023, 09:36 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Maraknya barang impor dari luar negeri, baik barang jadi atau bahan ke Indonesia mulai berdampak pada industri Textile di tanah air.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Republik Indonesia (RI) Teten Masduki mengatakan, produk tekstil saat ini sudah kalah bersaing dengan produk impor dari pelbagai negara, termasuk China.

Ia menyebut, para pengusaha tekstil hingga konveksi rumahan gagal bersaing bukan lantaran kualitas, namun persoalan harga.

Baca juga: Teten Endus Pakaian Impor China Sengaja Diobral Murah di Toko Online

"Memang produk mereka (produsen lokal) kalah bersaing, bukan soal kualitas tapi soal harga. Jadi nggak masuk HPP (harga pokok penjualan) mereka, jadi gak bisa bersaing. Nah, tadi saya dapat info banyak bahwa memang banyak indikasi masuknya barang-barang impor pakaian maupun produk tekstil, seperti itu," katanya ditemui saat mengunjungi Pabrik Textile di Jalan Anyar, Kampung Lalareun, Desa Rancakasumba, Kecamatan Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (24/9/2023).

Ia membenarkan, banyak ppengusaha tekstil dan konveksi rumahan yang gulung tikar bahkan tutup, terutama di Jawa Barat.

Saat ini, wilayah Kabupaten Bandung, kata Teten menjadi salah satu yang terdampak, pasalnya 60 persen di wilayah Kabupaten Bandung merupakan industri tekstil dan konveksi rumahan, seperti wilayah Majalaya, Cicalengka, hingga Solokanjeruk.

"Saat ini saya lagi minta datanya ke Disnaker Jabar, mulai dari dampaknya seperti apa, berapa pabrik yang tutup dan yang lainnya," ujar Teten.

Teten menambahkan, para produsen di Kabupaten Bandung sudah melakukan berbagai upaya guna bersaingan dengan barang impor.

Tak sedikit para produsen yang ikut berjualan ke lapangan agar bisa bertahan, namun tetap saja masih sulit bersaing.

"Mereka tadinya juga kan para produsen ini menjual ke pedagang, pedagang di pasar apakah tanah Abang, Andir, pasar baru, ya tapi kan tidak bisa bersaing, jadi produsennya langsung motong dengan jualan juga agar bertahan tapi tetap saja gak bisa bersaing," terangnya.

Menurutnya, jika para produsen sudah turun ke lapangan untuk ikut berdagang, itu tandanya para produsen sudah sekarat.

"Jadi ini memang menunjukkan satu fakta bahwa memang mereka ini sudah suffering atau sekarat lah, menghadapi persaingan produk salah satunya produk fesyen," tuturnya.

Baca juga: Teten: Mana Bisa Menteri Koperasi Tutup TikTok

Ia menambahkan, regulasi yang saat ini membentengi para pengusaha textile hingga konveksi rumahan perlu, dievaluasi dan di perkuat.

Seperti halnya di China, Teten menjelaskan, di sana barang impor yang masuk ke negaranya tidak boleh lebih rendah dibandingkan barang dalam negeri.

"Saya udah liat model di China, itu memang barang masuk yang dari luar itu gak boleh lebih rendah dari HPP, nah itu kalau kita terapkan maka ini akan melindungi industri dalam negeri, jadi betul juga apa yang disampaikan para pelaku usaha di sini, bahwa kita tuh barang dari luar tuh masih terlalu mudah dan murah masuknya, sehingga memukul produksi dalam negeri. Itu saja," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 3 Versi Data Bencana Gempa, Pemkab Garut Hitung Ulang

Ada 3 Versi Data Bencana Gempa, Pemkab Garut Hitung Ulang

Bandung
Deden Pasrahkan Rumahnya Kembali Rusak Dihantam Gempa

Deden Pasrahkan Rumahnya Kembali Rusak Dihantam Gempa

Bandung
Puluhan Bangunan di Tasik Terdampak Gempa, Satpam Bank Tertimpa Kaca

Puluhan Bangunan di Tasik Terdampak Gempa, Satpam Bank Tertimpa Kaca

Bandung
Mengenal Relawan ODGJ Cirebon, Perjuangan Memanusiakan Manusia

Mengenal Relawan ODGJ Cirebon, Perjuangan Memanusiakan Manusia

Bandung
Diduga Hirup Gas, 2 Pekerja Tewas di dalam Gorong-gorong di Dago

Diduga Hirup Gas, 2 Pekerja Tewas di dalam Gorong-gorong di Dago

Bandung
Pemkab Garut Tetapkan 14 Hari Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi

Pemkab Garut Tetapkan 14 Hari Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi

Bandung
Pemda di Jabar Diminta Tak Asal Keluarkan Izin Bangunan karena Bencana

Pemda di Jabar Diminta Tak Asal Keluarkan Izin Bangunan karena Bencana

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Senin 29 April 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Senin 29 April 2024, dan Besok : Malam ini Hujan Ringan

Bandung
5 Jalan Bersejarah di Bandung dan Kisah Menarik di Baliknya

5 Jalan Bersejarah di Bandung dan Kisah Menarik di Baliknya

Bandung
Analisis Badan Geologi, Penyebab Gempa Garut akibatkan Bencana di 1979, 2022, dan 2023

Analisis Badan Geologi, Penyebab Gempa Garut akibatkan Bencana di 1979, 2022, dan 2023

Bandung
Palak Warga Pakai Pistol Korek Api, 2 Pemuda di Bandung Diringkus

Palak Warga Pakai Pistol Korek Api, 2 Pemuda di Bandung Diringkus

Bandung
Cerita Hendi Selamatkan Keluarganya Saat Gempa Garut, Semua Benda Ditabrak

Cerita Hendi Selamatkan Keluarganya Saat Gempa Garut, Semua Benda Ditabrak

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Minggu 28 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Bandung
Korban Luka akibat Gempa Garut Dipulangkan, Rumah Rusak Ditanggung Pemerintah

Korban Luka akibat Gempa Garut Dipulangkan, Rumah Rusak Ditanggung Pemerintah

Bandung
Ini Kesaksian yang Buat Saksi Pembunuhan di Subang Dipaksa Oknum Polisi Tutup Mulut

Ini Kesaksian yang Buat Saksi Pembunuhan di Subang Dipaksa Oknum Polisi Tutup Mulut

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com