KOMPAS.com - Peringatan Hari Perempuan Internasional 2021 memilih tema "Choose to Challenge" atau "Memilih untuk Menantang".
Dengan tema tersebut, diharapkan perempuan berani untuk bicara terbuka, mengungkapkan bias dan ketidaksetaraan gender yang masih ada.
Namun, apakah anak-anak Indonesia memiliki kesempatakan untuk choose to challenge?
Salah satu korban perkawinan anak adalah Rasminah yang tinggal di sebuah desa terpencil di Indramayu, Jawa Barat.
Baca juga: Sepasang Pelajar SMP di Buton Selatan Menikah, Dipastikan Tetap Lanjutkan Pendidikan
Ia adalah korban perkawinan anak yang saat ini menjadi tokoh gerakan menghapus perkawinan anak.
Bersama dua perempuan korban kawin anak lainnya, Endang Wasrinah dan Maryati, Rasminah dibantu Koalisi Perempuan Indinesia (KPI) berjuang selama bertahun-tahun untuk membuat Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan revisi UU Perkawinan No.1/1974 soal usia kawin perempuan.
Permohonan itu baru dikabulkan setelah diajukan untuk kedua kalinya dan setelah perdebatan alot di DPR. Setelah menjalani proses yang panjang, akhirnya pasal soal usia kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun diubah.
Rasminah menikah di usia anak. Ia sempat beberapa kali kawin cerai sebelum berusia 18 tahun dan saat ini memiliki 5 orang anak.
Baca juga: Pasangan Kekasih Pelajar SMP Resmi Menikah, Ibu: Daripada Dosa...
Yang berarti saat pandemi jumlah pernikahan anak sangat tinggi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.