Kejadian ini berlangsung selama satu pekan pada 23-28 Mei 2022.
“Data sementara ada 10 ton ikan. Ada yang mabuk dan ada yang mati. Ini data sementara ya,” kata Denni kepada Kompas.com saat ditemui di kantornya Senin (30/5/2022).
Jumlah 10 ton ini, menurut Denni, lebih baik. Pasalnya, di tahun 2019–2020, kematian tertinggi pernah mencapai 50–90 ton.
Penurunan ini terjadi karena tim Dinas Perikanan dan Peternakan melakukan pencegahan secara massif.
Denni terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada warga untuk mengatasi fenomena kematian ikan-ikan ini.
Baca juga: Nama-nama Dataran Rendah di Pulau Jawa, dari Cirebon hingga Madiun
Lebih lanjut, Denni menjelaskan, fenomena ini dikenal sebagai istilah “Upwelling”. Upwelling adalah fenomena air yang di berada di bagian dasar, tiba-tiba naik ke permukaan air. Air yang ada di permukaan berputar ke dasar.
“Upwelling ini adalah perputaran air. Air yang di atas ke bawah, dan yang ada di bawah ke atas. Hal ini bisa terjadi karena berat jenis air yang berbeda akibat adanya perubahan suhu yang signifikan, dalam waktu beberapa lama. Kejadian yang kemarin itu perubahan suhu cukup lama disertai hujan deras, sehingga air dingin, berat, dan terjadi upwelling,” jelas Denni.
Sedangkan air yang berada di bagian bawah atau dasar laut memiliki kandungan amoniak yang tinggi, dan rendah oksigen terlarut. Akibatnya ikan-ikan ini kesulitan bernapas. Ikan kekurangan oksigen, kemudian mabuk, yang tidak kuat akan mati.
Denni mengklaim, sejak sosialisasi dan pencegahan secara intens, pemerintah berhasil menekan jumlah kematian. 90 ton ikan mati terjadi di tahun 2019, menjadi 50 ton di tahun berikutnya.
Pada 2022 ini, jumlah kematian sekitar 10 ton. Pemerintah terus berusaha menekan dampak fenomena upwelling di tahun-tahun mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.