Tisna menuturkan, setiap sapi yang masuk kendati ada Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) tetap akan dilakukan inkubasi selama 14 hari.
Para peternak diminta tidak dengan mudah mendatangkan sapi di tengah PMK yang masih tinggi.
"Kalau misalkan, tetap memaksa mendatangkan. Saya tidak bertanggungjawab, karena kan ada masa inkubasi selama 14 hari. Kalau pas datang dan ternyata stok baru terjangkit, gak sempat inkubasi dan sapi yang sudah sehat tertular siapa yang akan bertanggung jawab dan melakukan inkubasi," terangnya.
Baca juga: Virus PMK Menyebar, Berikut Cara Mencegah Sapi dan Kambing Ternak Terinfeksi
Secara tegas, Tisna tidak akan merekomendasikan untuk mendatangkan sapi dari daerah luar di tengah PMK yang belum usai.
"Dari kami tidak akan merekomendasikan kecuali nanti pada saat akan Idul Adha, karena di sana akan terputus karena akan di sembelih, tapi kalau jauh-jauh hari sudah disimpan di sini kalau ada yang positif siapa yang tanggungjawab siapa yang bisa isolasi," ungkapnya.
Guna menanggulangi PMK, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung membutuhkan anggaran, vitamin dan vaksin.
"Kita membutuhkan itu, terutama vaksin dan vaksin itu wilayahnya pemerintah pusat," tuturnya.
Hingga saat ini, ia masih belum tahu kapan vaksin akan datang dan segera dibagikan
Pemerintah pusat, sambung dia, berencana membuat vaksin sendiri juga mendatangkan langsung dari Jerman.
"Belum dapat kabar vaksin datang kapan tapi kemarin tanya ke kementerian itu ada dua pilihan, bikin sendiri atau impor dari Jerman. Begitu ditanya kapan, pokoknya segera kalau ada segera distribukan katanya. Ini kan hitungannya wabah ini menyebarnya mungkin bukan per hari, tapi per detik mungkin ya, sangat cepat" bebernya.
Baca juga: Banyak Ditemukan Sapi Suspek PMK, Pasar Hewan di Banyumas Ditutup 2 Minggu
Tisna menyakini saat ini baik pemerintah pusat beserta kementrian sudah menyiapkan yang terbaik guna mengantisipasi PMK.
"Jadi ya kita harus kompak saja. Saya juga percaya kalau Kementerian lagi mati-matian supaya mendatangkan vaksin, ya mereka juga tahu lah konsekuensinya. Saya tuh kasian ini masyarakat, petani. Cuman yang untungnya kan gak menyebar ke manusia, aman dari konsumsi," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.