Selain itu, paket kiriman dari orangtua siswa akan disortir di pos gerbang untuk kemudian dialihkan ke wadah khusus.
Tujuannya, agar tidak terlalu banyak sampah, terutama limbah plastik masuk ke lingkungan sekolah.
“Gerakan zero waste ini merupakan program yang terintegrasi dengan seluruh mata pelajaran, biologinya ada, fisikanya, agama juga, termasuk ilmu sosial,” kata dia.
Dera menerangkan, zero waste sebenarnya sudah diterapkan sejak 2017, tapi sempat vakum di masa pandemi Covid-19.
Karena itu, di situasi recovery pascawabah saat ini, program peduli lingkungan ini kembali digaungkan.
“Ini program regular dan berkesinambungan, no limit, seterusnya, sampai warga kami, siswa, guru, dan semuanya menjadikan zero waste sebagai bagian dari gaya hidup,” ungkap Dera.
Menurut Dera, sampah adalah masalah global, sehingga harus menjadi tanggung jawab bersama.
Karena itu, upaya mengurangi produksi sampah harus dimulai dari lingkungan terkecil, dalam hal ini sekolah.
“Langkah ini sebagai wujud nyata peduli terhadap lingkungan, dan nasib Bumi di masa yang akan datang,” kata Dera.
Baca juga: Warga Bantul Olah Sampah Plastik Jadi Bahan Bangunan
Dengan memanfaatkan prinsip 5R (refuse, reduce, rot, reuse, recycle), Dera berharap warga sekolah berkomitmen untuk hidup sehat dan bersih, menjadi lebih peduli lingkungan, dan semakin bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkannya.
“Ketika tidak mau mengolahnya (sampah), maka jangan memproduksinya, atau setidaknya mengurangi,” ucap dia.
Dera berkeyakinan, program zero waste yang diterapkan di lingkungan sekolahnya bisa menjadi bagian dari gaya hidup.
“Life style tentunya bisa terbangun dari sebuah atmosfir lingkungan yang berkesinambungan, dan yang mendukung semua itu,” ujar Dera.