Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pameran "Tari Rasa", Perjalanan Seorang Pelukis Menemukan Rasa yang Hilang

Kompas.com - 30/08/2022, 11:05 WIB
Agie Permadi,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS,com - Bagi seorang pelukis, rasa merupakan hal sakral untuk mengekspresikan karya.

Untuk mendapatkan "rasa" tidak semudah membalikan telapak tangan, perlu waktu untuk membangun dan memunculkan rasa itu, entah harus melalui proses kontemplasi yang lama atau melalui perenungan kehidupan pribadi.

Seperti yang dirasakan seorang pelukis Azasi Adi melalui pameran tunggal yang bertemakan "Tari Rasa". Sebanyak 48 lukisan terpampang di dinding lantai 2 Studio Jeihan, Jalan Padasuka, Bandung, Jawa Barat.

Pameran yang berlangsung sejak tanggal 23 Agustus sampai 4 September 2022 ini memperlihatkan 3 tema lukisan Adi, yang terdiri dari 25 buah sketsa, 11 lukisan single figur , dan 10 lukisan banyak figur.

46 lukisan tersebut merupakan simbol dari 46 tahun perjalanan Adi mencari surga yang hilang dalam melukis "rasa".

Baca juga: Nostalgia di Pameran Pelantang, Menikmati Suara Audio Lawas di Bentara Budaya Yogyakarta

"Saya seperti menemukan rasa dalam melukis, seperti menemukan surga yang hilang," ucap Adi usai melakukan live perfomance melukis seorang penari di median kanvas 140x180 cm dengan cat acrylic dan dan arang, Senin (29/8/2022).

Adi bercerita soal pengalamannya menemukan "rasa" saat melukis. Sebagai putra dari seorang pelukis indonesia ternama, Jeihan Sukmamtoro, Adi mulai melukis sejak usia 4 tahun dengan menggunakan kapur tulis di lantai.

Menginjak usia 6 tahun, Adi pernah memenangkan lomba menggambar tingkat nasional yang diadakan majalah Bobo. Kala itu, dia menggambar dengan krayon di atas kertas.

Ia juga pernah memenangkan lomba lukis juara dua di Taman Lalu Lintas dengan menggunakan cat air.

Darah seni itu memang sudah terlihat dari Adi kecil. Hingga suatu siang sepulang sekolah, Almarhum ayahnya, Jeihan, memintanya untuk melukis.

Adi muda yang saat itu belum mengerti, hanya bisa terpaku dan terdiam lantaran tak punya persiapan apapun.

"Saya waktu itu kan masih kecil nggak tahu apa-apa, sama bapak Jeihan saya dimarahi dan dikasih contoh," katanya bercerita.

Pelukis Azasi Adi tengah melakukan live performance, melukis seorang penari di median kanvas 140x180 cm dengan cat acrylic dan arang, saat pameran tunggal bertemakan "Tari Rasa" di Galery Jeihan, Bandung, Jawa Barat, Senin (29/8/2022).KOMPAS.COM/AGIE PERMADI Pelukis Azasi Adi tengah melakukan live performance, melukis seorang penari di median kanvas 140x180 cm dengan cat acrylic dan arang, saat pameran tunggal bertemakan "Tari Rasa" di Galery Jeihan, Bandung, Jawa Barat, Senin (29/8/2022).

Namun, hal itu ternyata membuat Adi trauma, ia pun berhenti melukis cukup lama lantaran ada rasa yang hilang.

Pada tahun 1986, Adi kembali mencoba melukis dan berpameran bersama. Bahkan, di tahun-tahun setelahnya ia pun kembali melakukan pameran tunggal sebanyak dua kali di tahun 2006 dan 2008 , dan pameran bersama di Sinjuku Galery, Tokyo Jepang pada tahun 2018. Namun dia mengaku, tetap ada sesuatu yang hilang.

"Memang saya bisa tekun lagi, tapi seolah ada rasa yang hilang. Saya coba pakai gaya berbeda, alat bantu, namun tetap saja ada rasa yang hilang," katanya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com