Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengeroyokan Santri oleh Temannya di Garut, Berawal dari Dugaan Pencurian

Kompas.com - 15/09/2022, 10:04 WIB
Ari Maulana Karang,
Reni Susanti

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com - Laporan kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang santri Pondok Pesantren Persis 99 Rancabango, Desa Rancabango, Kecamatan Tarogong Kidul Garut, berawal dari dugaan pencurian yang dilakukan korban.

Pengasuh Pondok Pesantren Persis 99 Rancabango, Luthfi Lukman Hakim mengungkapkan, peristiwa tersebut terjadi saat pengurus santri menginterogasi korban terkait kasus dugaan pencurian.

"Itu murni spontanitas para santri, ketika pelaku yang diduga mencuri barang setelah ditanya selama 2,5 jam tidak ngaku," ujar Luthfi kepada wartawan, Selasa (13/9/2022).

Baca juga: Kronologi Santri di Garut Dianiaya Teman Sendiri hingga Gendang Telinga Robek

Luthfi mengaku, ada keterbatasan pihaknya dalam pengawasan. Akibatnya, korban dianiaya para santri di waktu dinihari sekitar pukul 02.30 setelah diinterogasi.

Para santri, rupanya kesal karena korban tidak mengakui perbuatannya meski bukti sudah ada.

"Padahal bukti sudah ada, saksi sudah ada, tapi keukeuh tidak ngaku, akhirnya terjadilah tindakan seperti itu," tutur dia.

Dari hasil sidang yang dilakukan pengurus santri tersebut, korban akhirnya mengaku telah mengambil jam tangan, satu unit handphone yang sudah dijualnya, dan satu unit handphone yang dijadikan barang bukti.

"Jam tangan posisinya ada di rumahnya dan hari minggunya diserahkan ke pesantren, pihak orangtua pun mengganti hp yang dijual," katanya.

Baca juga: Rekonstruksi Tewasnya Santri Gontor, AM Sudah Tewas Saat Dinaikkan ke Becak

Pengelola pondok pesantren sendiri, menurut Luthfi, langsung mengumpulkan santri-santri yang melakukan penganiayaan, korban, dan orangtuanya untuk mengklarifikasi peristiwa tersebut.

Orangtua korban sempat bertanya kepada korban apakah benar mencuri dan korban membenarkan melakukan pencurian.

"Kita semua yang hadir jadi saksi, orangtuanya juga mengetahui," jelasnya.

Saat ini, menurut Luthfi, pihaknya fokus pada upaya menjaga kondisi psikologis para santri yang menjadi korban dan pelaku penganiayaan. Karena, menurutnya semuanya adalah anak-anak didiknya.

Luthfi menceritakan, setelah kejadian korban dan pelaku sudah rukun seperti biasa dan mengikuti kegiatan di pondok pesantren seperti biasa. Hingga akhirnya masalah ini dilaporkan ke polisi.

Baca juga: Meski Ada BLT, Bupati Garut Sebut Masyarakat Tidak Siap Harga BBM Naik

Pihak pesantren, sambung Luthfi, sempat mengirim surat kepada orangtua korban setelah korban jarang masuk sekolah.

Surat tersebut dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan korban, bukan mengungkit kejadian sebelumnya.

"Kalau masalah bahasa administratif surat, memang bakunya seperti itu, karena susah mendatangkan orangtua," katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com