KOMPAS.com - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mengritik sejumlah sekolah menengah pertama (SMP) yang mewajibkan siswanya membeli jas almamater dan seragam dengan total biaya Rp 800.000.
Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung Maulana Fahmi menganggap aturan itu tidak relevan dengan kondisi masyarakat saat ini.
Apalagi, katanya, jas almamater bukan esensi dalam kegiatan belajar mengajar.
Baca juga: Polisi Sebut Guru Agama Cabuli 45 Siswi SMP di Batang Punya Kelainan Seksual
"Jas almamater itu tidak menunjang proses belajar, itu hanya biar terlihat rapi saja. Apalagi kalau orang tua murid dipaksa harus beli, saya kira itu tidak relevan dan tidak menunjang proses pembelajaran di sekolah," katanya, Rabu (14/9/2022).
Baca juga: Kaget Nama Saya Disebut Sebagai Bjorka, padahal Tidak Tahu Siapa Dia
Pihaknya berencana akan memanggil dan menegur pihak sekolah serta meminta membatalkan aturan itu.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna. Dadang menegaskan, aturan itu sifatnya memaksa.
Pihaknya akan memberikan sanksi terhadap SMP yang memaksakan kebijakan tersebut.
"Enggak boleh itu, enggak boleh, nanti saya kasih sanksi ya," katanya kepada awak media saat dijumpai di Hotel Sutan Raja.
Pengakuan orangtua murid
Orangtua murid yang mengaku bernama Nuryati (bukan nama asli) itu mengaku keberatan dan tidak punya biaya.
Salah satu alasan Nuryati menyekolahkan anaknya di SMP negeri adalah untuk menghemat biaya.
"Berat dengan harga segitu mah, padahal saya dan suami sudah nyiapin seragam buat anak saya," katanya dihubungi Kompas.com, Rabu (14/9/2022).
Baca juga: Siswa SMP di Kabupaten Bandung Diduga Dipaksa Beli Seragam, Kepsek Beri Penjelasan
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Pasir Jambu Kartika Prapti Diah Handayani membantah telah memaksa orangtua murid membeli seragam dan jaket almamater.
Menurut Kartika, nominal yang diajukan kepada orangtua siswa sebesar Rp 800.000 itu berasal dari koperasi dan bukan dari guru atau pihak sekolah.
"Soal proses pembayaran, saya mengarahkan dan menyerahkan pada orangtua bagaimana kesepakatan dengan koperasi, ada yang dicicil berapa, dan itu pun sampai sekarang belum ada seragamnya," katanya ditemui Kompas.com, Rabu (14/9/2022).
(Penulis : Kontributor Bandung, M. Elgana Mubarokah | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.