Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kades di Bandung Protes Data BLT BBM: Itu Data Merujuk Tahun Berapa, yang Meninggal Pun Masih Ada

Kompas.com - 21/09/2022, 18:22 WIB
Reni Susanti

Editor

BANDUNG, KOMPAS.com - Seorang kepala desa (kades) di Kabupaten Bandung mengeluhkan data yang digunakan pemerintah dalam pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) Bahan Bakar Minyak (BBM).

Keluhan yang disampaikan Kepala Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat itu viral di media sosial.

Dalam video tersebut, terlihat Kades Mekarmanik Nanang Suryana, memprotes ihwal data penerima bantuan tersebut, sambil memperlihatkan sejumlah uang dalam kantong plastik berwarna putih.

Baca juga: Viral Video Kades Mekarmanik Bandung Keluhkan Data Penerima BLT BBM

Video tersebut diunggah di Facebook dan menuai banyak komentar dari pelbagai kalangan.

Nanang Suryana mengaku sengaja membuat video tersebut, lantaran jengkel tak ada satu pun yang bersuara ihwal kejanggalan data dari Kementerian Sosial (Kemensos).

"Ketika tidak ada yang bersuara, ya akan gitu aja selama. Sementara kan kades itu adalah perwakilan dari masyarakat juga," katanya dikonfirmasi, Rabu (21/9/2022).

Ia merasa kecewa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos masih menggunakan data-data lama yang belum diperbarui.

Akibatnya, penerima BLT BBM ini banyak yang tidak tepat sasaran. Kondisi penerima BLT BBM di Desa Mekarmanik, kata Nanang, banyak yang masuk kategori mampu.

"Itu aja datanya itu yang gak tahu merujuk tahun berapa. Sedangkan yang meninggal pun kadang-kadang masih ada," tutur dia.

Permasalahannya tidak hanya pada pendistribusian. Namun, warga miskin yang ingin membuat Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) semakin sulit, lantaran tidak masuk ke dalam DTKS Kemensos.

Baca juga: Istri Oknum Perangkat Desa Sunat BLT BBM, Ganjar Singgung soal Demo Perades di Blora

Nanang melihat situasi yang pelik itu terus saja dipanaskan oleh Pemerintah, sehingga pihak Desa menjadi korban.

"Pemerintah juga malah memanaskan keadaan, kenapa datanya itu lagi, itu lagi. Padahal kami hanya mendistribusikan," kata Nanang.

Pihaknya sempat mencoba untuk merevisi data tersebut, dengan hasil pendataan RT dan RW. Namun tetap saja penerima BLT BBM harus menggunakan data dari DTKS.

"Padahal data itu bukan yang terbaru dan masih memakai data yang lama," tambahnya.

Adanya data yang tidak terbarukan tersebut, membuat ia dan jajarannya seperti tak berkutik dan dibuat tidak bisa melakukan apa-apa.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com