Maman memulai aktivitasnya sejak pukul 08.00 WIB, hingga siang hari setidaknya pukul 12.00 WIB.
Sehabis membantu istrinya di rumah dan setelah mengantarkan dua anaknya sekolah, barulah ia menjalankan pekerjaannya.
Tidak ada sejengkal pun anak Sungai Citarum itu yang belum dijamahinya.
Demikian pula dengan sampah-sampah yang berserakan di sela-sela bantaran, tidak pernah luput dari jangkauannya.
Baca juga: Aliran Sungai Citarum Meluap, Pemukiman di Kabupaten Bandung Kebanjiran
Berbekal dua buah karung berukuran besar serta kail yang terbuat dari besi, Maman mengitari sungai secara perlahan.
Suka duka pun ia hadapi sekalipun itu erat hubungannya dengan arus sungai yang deras.
"Kadang kalau lagi bersih ya masuk ke jalur Sungai Citarum nya, kalau lagi banyak sampah yang ke bawa paling dua kilometer juga sudah aman," tambahnya.
Jika nasib sedang baik, hanya dalam waktu dua jam, karung yang dibawanya bisa penuh dengan sampah berbahan plastik.
Setiap sampah yang didapat tidak langsung dijual ke pengepul, ia kerap memilih, membersihkan dan merapihkan terlebih dahulu.
Pasalnya, jika di jual dalam keadaan kotor, kata dia, harganya akan menurun.
Baca juga: Tumpukan Sampah Sungai Citarum Putus Jembatan Apung di Bandung Barat
Aktivitas membersihkan sampah tersebut, kadang dilakukan sendiri atau dibantu oleh sang istri.
"Harus dibersihin dulu biar harganya lumayan, ada pengepul yang memang membutuhkan sampah plastik buat daur ulang, nah di sana itu harganya lumayan bisa sampai Rp 20.000 per kilo, tapi mintanya bersih gitu, sampahnya itu bekas minuman kemasan biasanya," jelas dia.