Tidak sampai disitu, setelah selesai mengumpulkan sampah di sepanjang Sungai Cisangkuy, Maman kerap melanjutkan mencari rezeki dengan menjadi tukang parkir di salah satu minimarket dekat Pasar Baleendah.
Hasil parkir, memang tak seberapa, sebab dia hanya mengisi shift sore hingga malam, bergantian dengan rekannya. Namun, ia tetap mensyukuri itu.
Jika digabungkan dengan sampah yang dipungut olehnya di bantaran sungai Cisangkuy, dalam sehari ia hanya memiliki penghasilan Rp 70.000.
"Kalau udah ada satu kilo alhamdulillah dapet Rp 20.000 ditambah bantu parkir, kadang kalau lagi bagus ya dapat Rp 70.000 bersyukurlah saya mah," tuturnya.
Baca juga: Kisah Pemulung Puluhan Tahun Mengais Rezeki dari Sampah, Kadang Hanya Cukup Beli Beras 1 Kg
Saat ini Maman, tingga bersama istri dan kedua putrinya di rumah peninggalan orangtuanya.
Kedua orang tuanya, kata dia, tidak meninggalkan harta yang melimpah. Ia bersyukur, sebagai anak tunggal dibekali rumah yang sederhana, meskipun kerap di landa banjir.
"Ya bersyukur, penghasilan saya buat sehari-hari, tinggal di rumah orangtua yang sudah pada meninggal, ya enggak bagus-bagus amat tapi alhamdulillah bisa dipakai neduh, tapi ya gitu sering kebanjiran," imbuhnya.
Maman sudah tidak melihat banjir sebagai malapetaka, sudah sejak kecil ia akrab dengan banjir Bandung Selatan.
Meski kerap mengeluhkan soal banjir tersebut, lambat laun rasa itu sudah gugur.
Baca juga: Cerita ART Asal Cianjur Diduga Disiksa dan Digunduli Majikan, Terduga Pelaku Berstatus ASN
Apalagi, kini ia harus memanfaatkan Sungai Citarum sebagai mata pencahariannya.
"Ah sudah biasa, sudah cape berharap adanya perbaikan juga, meskipun sekarang itu ada Sodetan, Kolam Retensi, tapi ya tetep rumah saya kebanjiran, sekarang mah saya nikmati saja dan terus cari rezeki," kata dia.