Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuma Ada 8 Hidran yang Befungsi di Kota Bandung, Pengamat Tata Kota ITB: Idealnya Satu RT Satu Hidran

Kompas.com, 12 November 2022, 05:15 WIB
Muhamad Syahrial

Editor

KOMPAS.com - Pengamat Tata Kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Frans Ari Prasetyo, turut angkat bicara mengenai keterbatasan hidran di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Menurut Frans, pembangunan di Kota Bandung cenderung acak dan tidak mengikuti kaidah yang membuat warganya mudah dalam mengakses.

Dia menjelaskan, dalam pembangunan permukiman, akses mobilitas terhadap kendaraan publik, kesehatan, pendidikan, termasuk mitigasi bencana, seperti banjir dan kebakaran, juga harus diperhatikan.

"Biasanya terhadap mitigasi bencana, kebanyakan kota besar selalu reaksioner. Begitu ada bencana baru dipikirkan mitigasinya," kata Frans, dikutip dari TribunJabar.id, Sabtu (12/11/2022).

Baca juga: 6 Orang Diperiksa Polisi Terkait Kebakaran Gedung Bappelitbang Kota Bandung

Frans mengatakan, akses terhadap layanan mitigasi bencana seharusnya telah diciptakan sejak awal pembangunan.

"Jangankan terhadap mobil damkar (pemadam kebakaran) yang masuk, akses warga untuk menghindari bencana saja tidak punya rutenya," ujar Frans.

Hal semacam itu, Frans berpendapat, tidak dipikirkan dalam rencana pembangunan permukiman di Kota Bandung.

Padahal, dia menambahkan, infrastruktur mitigasi bencana menjadi perhatian utama untuk menciptakan rasa aman kepada penduduk kota layak huni di negara-negara maju.

"Tapi di Indonesia ini kan tidak. Pemerintah harus menyiapkan mitigasi bencana yang baik dan benar. Pemerintah juga harus menyiapkan pembangunan, termasuk infrastruktur, untuk menangani bencana seperti kebakaran," ucap Frans.

Baca juga: Balai Kota Bandung Kebakaran, Ridwan Kamil Akan Pinjamkan Aset Pemprov Jabar

Terkait jumlah hidran yang ideal sebagai upaya mitigasi bencana kebakaran, Frans menuturkan, setidaknya dibutuhkan satu hidran di setiap Rukun Tetangga (RT).

"Kita lihat dari segi kepadatan penduduk. Bandung padat sekali penduduknya, berarti minimal dalam satu RT itu ada satu hidran, bahkan dalam setiap RW harus ada satu unit pemadam kebakaran versi kecil, yang bisa menjangkau RW tersebut," tandasnya.

Hanya 8 hidran yang berfungsi di Kota Bandung

Sebelumnya, pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Kadiskar PB) Kota Bandung, Gungun Sumaryana, menyampaikan data terkait hidran di Kota Bandung.

Dia mengungkapkan, dari 262 hidran yang terpasang di Kota Bandung, hanya ada delapan yang masih berfungsi, namun cuma ada empat yang biasa digunakan.

Baca juga: Gedung Balai Kota Bandung yang Terbakar Berjarak 100 Meter dari Ruang Wali Kota, Pegawai Berhamburan hingga Dokumen Hangus

"Hanya empat hidran yang biasa dipakai, yakni hidran di jalan Supratman, Kordon, Dago, dan Jalan Baladewa," kata Gungun, kepada Tribun Jabar, Kamis (10/11/2022).

Angka kasus kebakaran di Kota Bandung

Kondisi ini tentu mengkhawatirkan, mengingat angka kebakaran di Kota Bandung cukup tinggi.

Menurut data miliknya, 169 peristiwa kebakaran terjadi sejak awal tahun 2022 hingga November 2022, hampir menyamai jumlah kejadian tahun lalu yang mencapai 182 kali kasus kebakaran.

Gungun membeberkan, kasus kebakaran di Kota Bandung biasanya terjadi karena hubungan arus pendek listrik, ledakan tabung gas, atau penyebab lainnya.

Penyebab banyak hidran di Kota Bandung tidak berfungsi

Dia menjelaskan, terdapat sejumlah faktor yang membuat sebagian besar hidran di Kota Bandung tidak berfungsi, mulai dari debit air yang kecil karena telah menjadi air bersih, hingga sambungan atau instalasi penyaluran air.

Baca juga: Balai Kota Bandung Terbakar, Ridwan Kamil: Saya Prihatin karena Turut Mendesain Bappelitbang Itu

"Memang kita juga harus menyesuaikan sambungan atau instalasi penyalurannya dengan yang ada di PDAM. Kedua, kita juga harus cek debit airnya," paparnya.

Hidran, menurut Gugun, idealnya terpasang di area objek vital atau area publik lainnya.

"Seperti di kawasan Balai Kota Bandung, karena di situ ada hotel dan mal, kemudian di dekat rumah sakit, atau dekat pasar. Idealnya di sana ada hidran," tuturnya.

Penyaluran sprinkler

Sementara itu, terkait mitigasi bencana kebakaran di kawasan permukiman padat penduduk, pihaknya akan menyediakan alat pemadam api bertenaga motor atau sprinkler.

"Itu bisa dimanfaatkan warga saat terjadi kebakaran, karena alat itu tekanannya sudah sekitar dua bar," terangnya.

Baca juga: Cerita Satpam Balai Kota Bandung Saat Terbakar, Bawa APAR ke Atap, Api Keluar dari Titik Berbeda

Setidaknya, 20 titik di Kota Bandung yang telah dipasangi sprinkler pada tahun 2022, dan akan bertambah 200 titik pemasangan pada tahun depan.

"Nanti ada perhitungan skala prioritasnya, wilayah mana yang akan duluan diberikan sprinkler," ujarnya.

Cara menggunakan sprinkler, dia menerangkan, warga cukup memanfaatkan saluran air yang ada di sekitarnya, seperti tangki air masjid atau saluran air lain yang tidak terlalu besar.

"Artinya, penggunaan sprinkler itu tidak terlalu sulit, dan itu alatnya portable, bisa dibawa ke mana-mana. Tinggal dibuatkan saluran pipa keringnya, kalau terjadi kebakaran tinggal dibawa," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau