BANDUNG, KOMPAS.com - Riuh tepuk tangan membuat Tian Yonata (20) dan Lukman Arif (18) terus membuat atraksi barongsai yang memukau.
Decak kagum serta teriakan penonton Rumah Sakit (RS) Unggul Karsa Medika (UKM) semakin membuat pasangan atraksi barongsai itu unjuk gigi.
Alunan musik drum, gong, serta gembrengan membuat atraksi meraka semakin menjadi hingga membuat singa barongsai berwarna merah itu tampak seperti hewan asli yang lincah.
Semua properti yang disediakan RS UKM tersentuh dan menjadi mediator permainan mereka.
Baca juga: Kala Jan Ethes Takut Lihat Barongsai di Acara Jalan Sehat 1 Abad NU, Enggan Lepas Gandengan Jokowi
Menjadi seorang pemain barongsai merupakan cita-cita keduanya sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Rasa kagum mereka akan barongsai tak hanya soal filosofis yang melekat pada barongsai atau budaya yang melatarbelakanginya. Lebih dari itu, ada semangat melestarikan budaya dan toleransi yang harus dijaga oleh keduanya.
Lukman mengatakan, sejak pertama melihat atraksi barongsai saat masuk duduk di bangku SD, dia langsung tertarik ingin mempelajarinya.
Siswa yang masih mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Profita Kota Bandung ini pun harus pintar-pintar membagi waktu berlatih barongsai dengan belajar.
"Awal tertarik karena lihat orang main barongsai, suka pengen. Pertama lihat barongsai waktu SD sama ayah suka dibawa-bawa kalau ada cap go meh," katanya ditemui usai menghibur pasien di RS UKM, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Senin (23/1/2023).
Bagi Lukman, beratraksi meliukkan badan dengan menggunakan kostum barongsai bukan hal mudah. Latihan demi latihan terus dilakukan Lukman hingga mengalami cedera dan kadang ingin menyerah.
"Kalau cedera lama enggak pernah. Cuma engkel doang. Pemanasan juga penting kalau mau mulai latihan atau pagelaran seperti tadi," jelasnya.
Latihan fisik, kata dia, menjadi kunci utama agar bisa melakukan posisi sempurna dalam sebuah pertunjukan. Selain itu, melatih gerakan bak seorang penari juga tak kalah penting.
"Latihan fisik yang berpengaruh. Seminggu berapa kali untuk latihan fisik sama latihan gerakan juga. Nggak mudah jadi gerakan-gerakan itu, apalagi kalau saya mah dari SD," terangnya.
Bak seorang atlet bela diri, Lukman mengatakan, latihan fisik untuk pemula harus dimulai dengan memperkokoh posisi kuda-kuda. Pasalnya, kekuatan kuda-kuda akan sangat bermanfaat bagi pasangan pemula.
"Kalau fisik kaya kuda-kuda, kekuatan tangan, dan kaki. Soalnya biar nggak gampang sakit juga," ujar dia.
Sementara sang partner, Tian Yonata menambahkan, untuk menguasai gerakan awal barongsai membutuhkan waktu dua sampai tiga bulan. Jika sudah berpengalaman, gerakan awal ini bisa dikuasai dalam waktu satu minggu.
"Kurang lebih 2 atau 3 bulan. Tergantung kitanya, kaya mau lebih maju atau tetap terus monoton. Paha satu, paha dua, kepala, itu basic sebenarnya. Pengembangannya bisa ditambahin yang salto juga," ujar Tian.
Kendati sudah menguasai beberapa teknik, namun Tian menyebut hal yang paling sulit adalah memanfaatkan fasilitas yang ada di panggung sebagai alat atraksi. Pasalnya, untuk bermain menggunakan fasilitas diperlukan keahlian dan kehati-hatian.
"Kalau lebih sulit itu main meja, main patok, suka diperlombakan juga. Patok itu pasti lama banget belajarnya. Soalnya jatuh bangunnya. Kalau basic mah seminggu dua minggu juga bisa. Asal cepat dipahami dengan prakteknya," tuturnya.
Satu barongsai dengan jenis hewan Singa diperankan oleh dua orang. Sama seperti saat Tian dan Lukman bermain untuk menghibur pasien di RS UKM.
Pemain pertama akan bertanggung jawab pada bagian depan singa, yakni kaki depan dan belakang. Sedangkan pemain kedua bertanggung jawab pada kaki belakang dan tubuh singa.
Untuk menentukan pasangan, kata Lukman, yang terpenting pemain bagian belakang harus kuat.
"Biasanya hukumnya gini, pasangan mah tergantung berat tubuh. Jadi lebih ringan di depan. Tapi ada juga lebih berat di depan, tapi yang belakangnya harus kuat," jelasnya.
Namun, hukum itu tak selamanya mutlak, dalam beberapa pertandingan, kata Lukman, ada beberapa yang menerapkan hukum berbeda.
"Waktu tanding juga ada tim mana, badannya besar, tapi mainnya hebat," tambahnya.
Baik Lukman atau Tian merupakan penganut agama Islam sejak lahir. Keputusannya untuk menjadi pemain atraksi barongsai tidak melihat agama atau budaya yang melatarbelakangi lahirnya pertunjukan barongsai.
"Jadi ada semangat toleransinya lah. Kita sebagai umat islam menghargai barongsai," tutur Lukman.
Baca juga: Cerita Jan Ethes Takut Barongsai Saat Ikuti Jalan Sehat Bareng Jokowi
Sejak awal, pasangan tersebut sudah bersepakat bahwa tak penting sebuah perbedaan ketika mereka menentukan untuk menjadi seorang pemain barongsai.
Bagi Lukman, barongsai bukan hanya soal budaya, seni pertunjukan atau cabang olahraga semata. Lebih dari itu, makna persaudaraan dan rasa memiliki dan sejajar melebih segalanya.
"Yang diharapkan dari saya mah sebagai pemain barongsai adalag masyarakat itu menilai barongsai bukan cuma budaya orang Tionghoa. Saya pribadi Islam, jadi pengen memperkenalkan kalau barongsai itu udah masuk cabang olahraga," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.