Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Petani Tebang Pohon Teh di Garut Divonis 10 Bulan Penjara, Walhi: Hukum Tajam ke Bawah

Kompas.com, 8 Februari 2023, 12:53 WIB
Ari Maulana Karang,
Reni Susanti

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com – Empat orang petani divonis 10 bulan penjara atas kasus penebangan pohon teh milik PTPN VIII di Blok Cisaruni, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 

Vonis disampaikan majellis hakim Pengadilan Negeri Garut pada sidang yang dilakukan Senin (6/2/2023).

Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) selama 5 bulan penjara.

Baca juga: Keluarga Sebut Sugeng Dikorbankan dalam Kasus Tabrak Lari Selvi: Pak Jokowi, Tolong Keluarkan Adik Saya

Penasihat hukum 4 petani dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, M Rafi Saiful Islam, mengatakan, putusan ini dipandang tidak mencerminkan rasa keadilan agraria. 

“Hakim dalam putusannya hanya menilai dari kaca mata formalistik hukum saja. Putusan ini jadi cermin bahwa ketimpangan lahan yang menyebabkan ketidakadilan agrarian didukung putusan ini,” jelas Rafi dalam rilis yang diterima Kompas.com, Rabu (8/2/2023).

Menurut Rafi, dalam fakta-fakta persidangan terungkap, di Desa Cikandang dan Margamulya Kecamatan Cikajang yang jadi tempat tinggal 4 pelaku, PTPN menguasai lahan paling luas.

Baca juga: Cerita Kombes Joko Sumarno Antar Uang Rp 150 Juta ke Karomani untuk Titipkan Putrinya Masuk Kedokteran Unila

Sementara warga hanya menjadi buruh tani dengan penghasilan tidak menentu.

PTPN VIII yang merupakan perusahaan, menguasai lahan pertanian seluas 1267,81 hektar di dua desa tersebut, sedangkan lahan warga hanya 50 hektar.

Selisih kepemilikan lahan pertanian di dua desa tersebut menunjukkan adanya ketimpangan lahan.

“Hakim juga tidak melihat kondisi riil di lapangan, PTPN yang memiliki lahan sangat luas, lahannya tidak dirawat, dan terjadi praktik sewa-menyewa hingga jual beli lahan garapan,"

Yudi Kurnia, pengacara petani dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), melihat kasus pemidanaan terhadap 4 petani di Cikajang ini membawa kemunduran bagi penyelesaian konflik-konflik agraria.

Padahal, Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah memiliki mekanisme tersendiri dalam penyelesaian konflik agraria.

“Ini menimbulkan ketidakpastian dalam penyelesaian konflik agraria,” tegas Yudi.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat Meiki W Paendong mengutuk keras vonis yang diberikan kepada 4 petani tersebut. Sebab, putusan ini sama sekali tidak memandang aspek keadilan dan hak asasi manusia.

“Mereka hanya berniat untuk mengakses lahan untuk mempertahankan hidup keluarganya, bukan untuk memperkaya diri,” katanya.

Meiki juga melihat, putusan ini memperlihatkan penegakan hukum di Indonesia yang selalu saja tajam ke bawah.

“Empat petani yang divonis 10 bulan ini, cermin dari perjuangan buruh tani, petani penggarap, petani gurem untuk memperjuangkan hak-haknya atas tanah,” tegasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Bandung
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Bandung
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Bandung
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
Bandung
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau