"Kalau pemasukan dari manggul sih sudah ketakar segitu, cuma cari lebihannya dari yang jual beli kambing, kalau enggak ada dari per-kambing-an ya jelas enggak cukup, Mas," lanjutnya.
Nuridi mengisahkan, setelah menikah pada tahun 2010 silam, Nuridi sempat mencari peruntungan lain. Dia dan istrinya mencoba berjualan gamis di Pasar Sandang Tegalgubug, namun tak berjalan lama, mereka kehabisan modal.
"Mau andalkan otak buat ikut jualan online enggak mampu saya tuh, otak saya enggak mampu. Pernah mau coba, ikut-ikutan, cuma enggak mampu saya, ya mungkin kurang tekun, tapi enggak mampu kayaknya, bisanya kayak gini ya dijalani aja lah," jujurnya.
Meski begitu, Nuridi yakin, otaknya akan terus berputar dan ototnya siap mengeras kapan saja demi bisa membayar tagihan kredit motor roda tiga, dan memastikan istri serta kedua anaknya yang masih kecil bisa hidup layak.
Baca juga: Kisah Wagiyem Jadi Kuli Panggul di Solo, Angkat Barang 80 Kg Dapat Upah 10.000
Nuridi beruntung, selama belasan tahun berprofesi sebagai kuli panggul, tak pernah sekali pun dia mengalami kecelakaan kerja yang membuatnya cedera.
Sedangkan capek, pegal, atau sakit badan, dia sudah anggap sebagai kewajaran. Namun, Nuridi dengan senang hati membagikan rahasia kuli panggul dalam mengatasi pegal linu.
"Enggak enaknya tuh badan lagi sakit cuma masih mikirin arisan sama setoran bank, terpaksa deh harus berangkat, orang buruh seperti kita tuh gak bisa libur. Kalau hari Jumat mau tidak mau, walau posisinya lagi sakit tetep harus berangkat," kata Nuridi.
"Kalau malem minggu ke tukang jamu, bilang aja pegel-pegel, nanti dibuatin," bebernya.
"Kalau pijat, paling kalau udah kerasa agak sakit, kalau masih normal aja sih enggak pijat, soalnya kalau pijat paling enggak Rp 100.000 harus keluar," tambahnya.
Tak hanya itu, Nuridi membongkar rahasianya yang lebih besar, yang membuatnya bisa tetap memanggul karung dengan hati riang.
"Selagi istri enggak marah di rumah, seneng terus saya tuh, walaupun dibawa kerja juga nggak ada apa-apa, artinya hatinya seneng. Selagi istri enggak pernah marah, seneng saya," ungkapnya seraya terbahak.
Nuridi tak pernah tahu secara pasti jumlah kuli panggul di Pasar Sandang Tegalgubug. Bila diperkirakan ratusan, Nuridi akan menjawabnya 'lebih'.
Yang bisa dipastikannya, kuli panggul di pasar tersebut bukan hanya berasal dari Tegalgubug, tetapi juga warga desa tetangga, seperti Palimanan, Arjawinangun, Kempek, bahkan Indramayu, semuanya datang dengan semangat dan otot yang keras.
Tak ada syarat apa pun untuk menjadi kuli panggul, tak ada pendaftaran, tak ada persaingan, setiap orang yang mau cukup datang dan mulai memanggul.
"Enggak, yang penting mental kuat aja, enggak perlu daftar-daftar, kalau punya becak ya bawa becak, kalau punya odong-odong ya bawa odong-odong (motor tiga roda), enggak ada pendaftaran," jelasnya.
"(Kalau ada kuli panggul baru) ya gak apa-apa, boleh-boleh aja, enggak jadi masalah, enggak saling rebutan, rezeki kan sendiri-sendiri," jawabnya yakin.
Kuli panggul di Pasar Sandang Tegalgubug pun tak membentuk komunitas, tak punya pengurus. pengelola pasar, menurut Nuridi, hanya mengurus los atau kios.
"Kalau orang buruh gak ada yang memperhatikan lah, enggak ada, insya Allah," ujar Nuridi sembari tertawa.
Dia berharap, pengelola pasar lebih memperhatikan kuli panggul, minimal dengan memberikan seragam berwarna yang disesuaikan dengan asal daerah masing-masing.
"Misalnya, kuli panggul dari wilayah Tegalgubug kausnya tuh warna biru, dari wilayah Palimanan warna lain, beda wilayah beda warna, bisa ada tulisannya di belakang, gak perlu bagus-bagus yang penting ada cirinya," harapnya.
Usulan ini dianggap penting mengingat, cerita Nuridi, tak semua kuli panggul merupakan orang jujur. Masih ada oknum-oknum yang kerap mencuri barang milik pedagang atau pembeli yang diangkutnya.
"Kuli panggul enggak semua bener, ada yang suka ambil barang-barang punya orang belanja, enggak semua bener," ungkapnya.
Baca juga: Kisah Wawan Jadi Kuli Panggul Selama 19 Tahun, Tetap Bersyukur meski Hasil Pas-pasan
"Kalau yang jualan atau yang belanja itu lengah, dicuri, empat potong lima potong. Kuli panggul enggak semua bener, enggak semua jujur, ada yang model kayak gitu. Mungkin niatnya juga beda itu, enggak semata-mata buat kerja, sambil nyuri, jadi kan kalau gitu yang tersangka (semua) kuli panggul," misuh Nuridi.
Dengan adanya seragam, Nuridi yakin akan lebih mudah melacak kuli panggul yang mencuri barang milik konsumen.
"Pengennya saya, tapi apa daya orang seperti saya. Kalau kuli panggul kan tidak menghasilkan apa-apa buat mereka (pengelola pasar)," ucapnya.
Kini di tengah lika-liku kehidupannya, Nuridi mencoba bertahan memanggul beban berat. Bayangan pekerjaan lain kerap menghantui, namun dia memilih melakukan profesi sekarang ini.
Nuridi dan rekan-rekannya yang lain mungkin tak pernah mengira akan menjalani hidup sebagai kuli panggul, namun di ujung percakapan Nuridi berharap, "Pengennya enggak sampai tua, sekarang juga pengennya hidup enak kayak orang-orang, bisa jualan sendiri, enggak tahu jualan apa, yang penting bisa jualan, jangan sampai tua pengennya sih."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.