Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imbas Pembangunan Jembatan Cikereteg, Toko dan Rumah Warga Retak-retak

Kompas.com, 22 Mei 2023, 18:54 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Sejumlah bangunan toko dan rumah warga di Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, retak-retak akibat getaran alat berat dari pembangunan proyek Jembatan Cikereteg.

Pantauan Kompas.com, retakan-retakan terlihat banyak di bagian lantai, dinding, dan plafon rumah warga. Kini, sebagian warga terpaksa harus mengungsikan keluarganya.

Seperti diketahui, longsoran tanah susulan memutus Jembatan Cikereteg yang merupakan akses utama Bogor-Sukabumi, pada awal 2023.

Baca juga: Jembatan Cikereteg Longsor, Arus Lalin Bogor-Sukabumi Ditutup Total

Baru tiga bulan terkena bencana longsor, kini warga harus menghadapi penderitaan baru. Rumah dan toko mereka rusak parah akibat getaran keras pemasangan bore pile dan alat berat lainnya.

Seorang warga bernama Siti Aimah (30) mengatakan, pemasangan bor besar itu dikerjakan sampai dini hari.

Sejumlah warga menunjukkan kerusakan rumah dan toko mereka akibat dampak pembangunan proyek Jembatan Cikereteg, Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (22/5/2023). Toko dan rumah warga retak-retak akibat getaran alat berat.KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN Sejumlah warga menunjukkan kerusakan rumah dan toko mereka akibat dampak pembangunan proyek Jembatan Cikereteg, Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (22/5/2023). Toko dan rumah warga retak-retak akibat getaran alat berat.

Hal itu yang membuat dinding rumahnya retak-retak dan mengganggu istirahat keluarganya.

Tidak jarang, anak-anaknya yang masih kecil ketakutan karena dirasa seperti gempa.

"Penurunan alat berat yang langsung dijatuhkan membuat getaran seperti gempa ke bangunan yang di bawah, plus bor yang gede itu membuat kaca-kaca di sini sampai bergetar, retak," kata dia kepada Kompas.com, Senin (22/5/2023).

Baca juga: Ada Penutupan Jalan di Jembatan Cikereteg, Ini Jalan Alternatifnya

Efek dari pekerjaan proyek itu juga mengganggu dua anaknya yang sedang belajar. Kini, mereka tak bisa lagi belajar di malam hari dan terpaksa mencari tempat yang tenang ke rumah saudara atau tetangga.

"Anak saya ada dua masih kecil-kecil, SD. Sekarang enggak bisa belajar ngerjain PR. Terus saya yang pekerjaannya hanya penjual gorengan juga rugi karena sudah enggak bisa jualan lagi. Sudah 3 bulan enggak ada penghasilan," keluh penjual leupeut di dekat Jembatan Cikereteg itu.

Sejumlah warga menunjukkan kerusakan rumah dan toko mereka akibat dampak pembangunan proyek Jembatan Cikereteg, Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (22/5/2023). Toko dan rumah warga retak-retak akibat getaran alat berat.KOMPAS.COM/AFDHALUL IKHSAN Sejumlah warga menunjukkan kerusakan rumah dan toko mereka akibat dampak pembangunan proyek Jembatan Cikereteg, Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (22/5/2023). Toko dan rumah warga retak-retak akibat getaran alat berat.
Hal serupa juga dialami oleh pedagang kelontong, Zulkarnaen (45). Ia mengaku sering merasakan getaran seperti gempa. Pada malam hari, kaca jendela bergetar, serpihan atap berjatuhan ke lantai.

Ia dan anaknya yang masih berusia 9 bulan pun terganggu suara bising saat hendak istirahat.

"Getarannya kayak gempa gtu kalau lagi bor. Biasanya dari pagi sampai dini hari. Saya tinggal di situ terganggu dan anak gak bisa tidur," ujar Zulkarnaen.

Baca juga: Truk Batu Bata Tabrak Rumah Warga di Bogor, IRT Tewas Saat Jemur Baju, 3 Orang Lainnya Luka

Pedagang kelontong ini menyebutkan, di deretannya atau kini disebut area C ada 10 bangunan yang dihuni 10 kepala keluarga mengalami retak-retak akibat terdampak proyek jembatan.

Warga-warga di Kampung Cikereteg, Desa Ciderum, Kecamatan Caringin ini pun was was takut bangunan bisa saja tiba-tiba roboh. 

Menurut dia, warga pun sudah melakukan protes dan sempat mendatangi pekerja proyek tersebut.

Namun, para pekerja proyek PT Brantas Abipraya tidak menggubris warga sekitar yang terdampak.

"Sosialisasinya juga enggak ada. Jadi kami merasa dirugikan intinya dengan adanya proyek ini. Tuntutan kita ya kompensasi, tolong diperhatikan. Karena semenjak kita usaha banyak dirugikan, termasuk perbaikan bangunan yang retak-retak," terangnya.

Baca juga: Arus Lalu Lintas di Puncak Bogor Padat, Personel Polisi Siaga hingga Besok

Pedagang ban, Khairuddin (48) juga mengaku kehilangan banyak pelanggannya.

Awalnya, ia masih bisa membuka tokonya usai longsor melanda ruas jalan di jembatan tersebut. 

Namun, belakangan ini, toko miliknya itu semakin terdampak proyek pembangunan jembatan permanen Cikereteg.

Para pekerja proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat (PUPR) menyimpan material bangunan di sepanjang pertokoan tanpa izin.

Kini, ia terpaksa harus menutup tokonya karena banyak mengalami kerugian. Selain karena longsor, kejadian ini menjadi musibah baru bagi perekonomian warga sekitar.

Tidak hanya itu, rumah-rumah warga pun rusak parah. Dirinya bahkan juga tidak mendapat sosialisasi dan kompensasi dari kejadian tersebut.

"Jadi toko terhalang beton proyek pembatas jalan itu. Akses jalan enggak ada sama sekali. Pelanggan yang kebanyakan pengendara juga tak lagi melihat ke sini. Jadi sekarang pendapatan nol. Percuma buka juga karena enggak ada hasilnya," kesalnya.

"Paralon tuh pada lepas dari sambungannya, jadi airnya tumpah ke tanah dan kemungkinan itu terjadinya longsor. Didiemin saja ama mereka (orang PUPR) waktu itu. Mereka malah menyebut ini musibah, jadi harus maklum. Loh, tapi kan tidak harus kita juga turut jadi korban lagi," imbuh dia.

Baca juga: Sosok Rudi Boy, Residivis Berjaket Ormas yang Palak Sopir Truk di Bogor, Mengaku Butuh Uang untuk Pulang

Sementara itu, Naf'an (21). Pedagang mebel di blok B Kampung Cikereteg juga merasakan kerugian penghasilan. Ia mangaku bahwa pegawai terpaksa diberhentikan. 

Semenjak longsor saja sudah tutup total, mebel, perbaikan mesin, dan terpal. 

Alasan ditutup, kata dia, akses pelanggan tidak ada. Mereka akhirnya tidak bisa masuk beli karena akses tertutup. Pun mengirim dan menerima barang dari luar juga tidak bisa.

"Jadi awalnya masih bisa tuh karena yang tertutup di sebelah jalan. Nah semenjak longsor susulan itu sama sekali enggak bisa. Pas mulai proyek itulah kita kena lagi, ada pelebaran jalan. Kemarin dimintai surat IMB dari Menteri PUPR. Terus saya datang ke desa nanya buat apa. Katanya kemungkinan kena pelebaran jalan. Jadi dimintai IMB nya," jelas Naf'an.

Ia dan warga lainnya kecewa terhadap pemerintah karena belum adanya sosialisasi mengenai proyek perbaikan jembatan Cikereteg itu. Namun, tiba-tiba sudah mendapatkan surat teguran satu dan dua.

Baca juga: Pria Berseragam Ormas Kumpulkan Rp 90.000 dari Hasil Memalak Sopir Truk di Bogor

Ia menyampaikan bahwa warga sangat mendukung penuh proyek perbaikan jembatan tersebut, tapi hak-hak warga jangan sampai diabaikan.

Apabila tidak ada respons, maka sebagai warga yang terdampak akan membuat surat ke Presiden Joko Widodo.

"Kami meminta adanya kejelasan terhadap bangunan yang berada berdekatan langsung dengan Jembatan Cikereteg. Apakah ada ganti rugi, sewa atau kompensasi," jelasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau