Saat itu, truk tronton yang melakukan aksi demo terguling dan menimpa pengendara motor yang sedang melintas.
Beruntung korban selamat namun ia shock karena kaki dan motornya terjepit truk tersebut.
"Jadi ada gorong-gorong atau drainase di pinggir jalan itu jeblos (ambles), jadi tumpah miring gitu karena truk tambang itu dan akhirnya yang naik motor mental lalu terjepit kaki dan motornya. Kemudian ada juga warga yang terlindas truk hari Minggu gak jauh dari sini tepatnya di Kelapa Dua, Tangerang," ucap dia.
Sementara itu, warga Cikabon, Parung Panjang, Firman mengatakan, dampak kemacetan akibat demo para sopir truk itu sangat terasa bagi warga sekitar.
Kendati begitu, aksi unjuk rasa bisa diselesaikan dengan kondusif oleh para petugas pada Sabtu malamnya. Arus kemacetan pun bisa terurai dengan baik.
"Mereka menuntut truk kosongan bisa lewat di jam-jam tertentu di siang hari dan diatur oleh petugas, karena apabila tidak bisa melintas itu membuat keterlambatan dalam pengiriman tambang ke Jakarta. Jadinya penghasilan menurun atau bisa dibilang merugi habis di jalan," ungkapnya.
Firman menjelaskan, permasalahan tersebut mutlak kesalahan pemerintah. Sebab, warga sekitar dan para sopir truk sama-sama dirugikan.
Menurut dia, awal mula permasalahan truk tambang ini karena pembangunan pemukiman dan perumahan begitu pesat. Tetapi tidak dibarengi dengan pembangunan infrastruktur jalan oleh pemerintah.
Firman yang sudah tinggal selama puluhan tahun mengaku truk tambang sudah ada dan melintas di jalan lintasan Jalan Raya Parung Panjang yang sekarang disebut jalan provinsi dengan nomor ruas 202.
Karena pesatnya pembangunan perumahan di wilayah itu, akhirnya ada penambahan penduduk dan volume kendaraan yang melintas.
Dengan kepadatan kendaraan pribadi maupun tambang, akhirnya sering terjadi kemacetan di Jalan Raya Mohammad Toha Parung Panjang.
"Tahun 90 mulai ada pengembangan pembangunan lewat perumahan. Yang disebut perumnas 1, 2, 3, dan 4. Dilanjutkan kembali pada tahun 2014, ada lagi pembangunan perumahan yang disebut Sentraland, Milenium dan banyak lah perumahan dibangun. Tapi sayangnya, pembangunan perumahan ini tidak dibarengi dengan pelebaran jalan atau solusi jalan lain," ungkap dia.
"Jadi jalannya tetap jalan utama tadi. Sehingga menimbulkan konflik permasalahan lalu lintas di sopir dan masyarakat. Solusi terbaik saat ini menurut saya ya memberikan kebijakan bisa melintas siang hari aja sambil diatur supaya mereka dapat pesanan rit. Untuk malam ya tetap ikuti Perbup melintas jam 10 malam sampai jam 5 pagi bagi truk bermuatan," tambahnya.
Terpisah, Ketua Parung Panjang Bersatu Ule Sulaeman mengatakan, pada intinya yang menjadi korban dari permasalahan ini adalah masyarakat dan sopir.
"Kesalahannya dari provinsi karena tidak segera membuat jalur truk khusus tambang. Sementara jalan provinsi ini (Jalan Raya Mohammad Toha Parung Panjang) bukan peruntukannya untuk truk tambang," beber dia.