“Sedangkan puting beliung kadang-kadang disebut sebagai microscale tornado karena lebih kecil daripada tornado yang terjadi di lintang menengah,” kata Didi.
Baca juga: Video Viral, Deretan Truk Terguling karena Angin Puting Beliung
Tornado dapat berlangsung sampai beberapa jam. Sedangkan puting beliung biasanya berlangsung lebih pendek hingga beberapa menit.
Tornado biasanya terbentuk di wilayah lintang menengah dengan gradien/perbedaan temperatur yang tinggi. Sedangkan puting beliung biasanya terbentuk di wilayah tropis, di mana konveksi sangat aktif karena kondisi atmosfer yang hangat dan lembap.
Selain itu, dampak dari tornado biasanya lebih dahsyat dibandingkan dengan puting beliung. Walaupun puting beliung juga cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan lokal terutama di wilayah padat penduduk.
Profesor Riset Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan mengatakan bahwa Rancaekek merupakan kawasan yang terletak nyaris di tengah-tengah Pulau Jawa bagian barat.
Kawasan yang semula merupakan kawasan hijau yang ditandai banyaknya pepohonan, namun kini beralih fungsi menjadi kawasan industri.
Eddy menilai kawasan seperti ini biasanya rawan diterjang pusaran angin.
"Dengan kata lain, terjadi perubahan tata guna lahan yang semula hutan jati, kini berubah menjadi hutan beton,” tegasnya.
Menurut Eddy, industri banyak menghasilkan gas emisi, di mana gas ini tidak dapat leluasa kembali ke atmosfer, akibat efek rumah kaca. Dengan Lama Penyinaran Matahari (LPM) lebih dari 12.1 jam, maka kawasan ini sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari.
Baca juga: Kenapa Bisa Terjadi Angin Puting Beliung? Berikut Faktor Penyebabnya
Perbedaan suhu antara malam dan siang sangatlah besar. Tanpa disadari, kawasan ini tiba-tiba berubah menjadi kawasan bertekanan rendah.
Kondisi seperti ini dimulai sejak 19 Februari 2024 dan di saat itulah, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek.
Proses ini terjadi agak lama, sekitar 24-48 jam. Diawali dengan pembentukan bayi awan-awan Cumulus (dikenal sebagai Pre-MCS).
Kemudian lambat laut membesar membentuk kumpulan awan-awan Cumulonimbus (Cb) yang siap untuk diputar hingga membentuk pusaran besar, dikenal sebagai puting beliung.
“Walaupun mekanisme agak kompleks untuk dijelaskan secara rinci, namun dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia. Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup tajam,” jelas Eddy.
Baca juga: Saat Dua Peneliti BRIN Beda Pendapat soal Angin Kencang di Bandung dan Sumedang...
Hampir semua kejadian ekstrem seperti puting beliung di Rancaekek, hingga kini relatif sulit diprediksi kehadirannya. Selain terbatasnya data yang beresolusi tinggi, namun juga mekanisme pembentukannya, belum dipahami dengan baik dan sempurna.