Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Dihapusnya 2 Nama DPO Usai Penangkapan Pegi Setiawan Terduga Pelaku Kasus Pembunuhan Vina

Kompas.com, 28 Mei 2024, 15:25 WIB
Rachmawati

Editor

Menimbang fakta-fakta persidangan itu, Saka divonis delapan tahun penjara. Hakim turut mempertimbangkan status Saka sebagai anak berusia 16 tahun pada saat itu.

Bukti-bukti keterlibatan Saka antara lain batang bambu, sepeda motor, ponsel, dan batu.

Sementara itu, Sudirman – yang oleh orang tuanya disebut mengalami keterbelakangan mental – disebut turut memperkosa Vina berdasarkan berkas pengadilan. Sudirman divonis hukuman penjara seumur hidup.

Mengapa DPO tak kunjung ditangkap?

Setelah hampir delapan tahun berlalu, polisi juga menyatakan masih ada tiga pelaku dalam kasus tersebut yang masih menjadi buron, yakni atas nama Andi, Dani dan Pegi alias Perong.

Di dalam salinan putusan kasasi Mahkamah Agung, disebutkan bahwa Andi, Dani dan Pegi turut mengejar Vina dan Rizky menggunakan sepeda motor.

Andi disebut memukul Rizky dengan tangan kosong sebanyak lima kali sehingga mengenai bagian wajah sebelah kiri. Pegi memukul tubuh Rizky dua kali dengan tangan kosong. Dani memukul Rizky menggunakan kayu, sehingga mengenai bagian rahang belakang sebelah kanan.

Pegi dan Dani juga disebut memukul Vina dengan tangan kosong.

Baca juga: Pegi Teriak Fitnah, Ini Fakta Baru Penangkapan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

Kemudian mereka membawa Vina dan Rizky ke lahan kosong di belakang sebuah showroom mobil.

Di sana, Pegi disebut memukul dan menyabet samurai pendek berbentuk pipa ke tubuh Rizky, Dani menusuknya ke bagian perut sebelah kiri sehingga "Rizky meninggal dunia di tempat".

Dani, Pegi, dan Andi juga disebut terlibat memperkosa dan melecehkan Vina.

Polda Jabar telah merilis ciri-ciri fisik ketiganya, namun tidak ada foto atau sketsa wajah pelaku yang disertakan.

Ketiga DPO disebut sebagai warga Desa Banjarwangun, Mundu, Kabupaten Cirebon.

Namun Kepala Desa Banjarwangun, Sulaeman mengatakan tidak ada warganya yang sesuai dengan ciri-ciri tersebut.

Baca juga: Ekspresi Pegi Geleng-geleng Kepala Saat Konferensi Pers Disorot, Bantah Bunuh Vina Cirebon

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Surawan mengaku kesulitan memburu ketiga buronan karena delapan terdakwa lainnya mencabut keterangan mereka untuk tidak mengakui keterlibatan mereka, termasuk soal tiga buronan tersebut.

Pencabutan keterangan itu terjadi ketika berkas perkara kedelapan terdakwa dilimpahkan dari Polres Cirebon ke Polda Jawa Barat.

"Mereka beramai-ramai mencabut keterangannya dan tidak mengakui perbuatannya, termasuk keterangan soal tiga DPO ini," kata Surawan.

"Itu kesulitan kita. Jadi saat di Cirebon, mereka kooperatif. Tapi saat dilimpahkan ke Polda, para tersangka mencabut keterangannya baik terhadap dirinya sendiri maupun ketiga DPO itu. Sehingga kita susah menelusuri di situ," ujar Surawan.

Pengamat kepolisian Bambang Rukminto mengatakan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh polisi untuk menangkap ketiga pelaku "tidak wajar". Termasuk identitas asli ketiganya yang belum juga dapat dipastikan.

Baca juga: Jadi Tersangka Pembunuhan Vina, Pegi Perong Bakal Ajukan Praperadilan

"Polisi harus menjelaskan apakah tiga orang itu sebenarnya ada atau tidak ada? Kalau tidak ada juga harus dijelaskan kepada publik. Apalagi yang delapan orang sudah dihukum, sangat tidak masuk akal tiga orang itu tidak terungkap," kata Bambang.

"Mereka itu kan katanya kelompok geng motor, punya identitas, saling berteman. Jadi semestinya informasi itu ada. Aneh juga ketika kepala desa mengatakan tidak ada nama ketiga DPO itu," sambungnya.

Diminta audit proses penyelidikan

Polisi menggeledah rumah Pegi Setiawan, terduga pembunuh Vina, pelajar asal Cirebon dan pacarnya, Eki, di RT 2 RW 2 Blok Simaja, Desa Kepompong, Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (22/5/2024)KOMPAS.com/Muhamad Syahri Romdhon Polisi menggeledah rumah Pegi Setiawan, terduga pembunuh Vina, pelajar asal Cirebon dan pacarnya, Eki, di RT 2 RW 2 Blok Simaja, Desa Kepompong, Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Rabu (22/5/2024)
Bambang Rukminto dari ISSES menilai mengemukanya klaim-klaim soal kejanggalan dalam kasus Vina mengindikasikan bahwa pembuktian terkait keterlibatan para terdakwa kurang kuat.

Bukti-bukti yang terlampir terkait Saka misalnya, menurut Bambang adalah bukti yang umum dalam perkara ini.

"Tidak spesifik terkait dengan Saka. Sekian banyak sepeda motor, ponsel apakah digunakan oleh Saka sendiri? Tentunya tidak mungkin. Makanya peran tersangka Saka dalam kasus pembunuhan tersebut juga harus dinyatakan secara spesifik dan detil," jelas Bambang.

Dalam kasus ini, Bambang menduga penyidik terlalu banyak bertumpu pada pengakuan terdakwa – yang bisa saja didapat melalui intimidasi – serta pengakuan para saksi.

Baca juga: Pegi Bantah Bunuh Vina, Teriak Ini Fitnah di Depan Polisi dan Wartawan

Padahal menurutnya, polisi semestinya mampu membuktikan sebuah tindak pidana secara saintifik.

"Masih jadi kebiasaan polisi mengutamakan pengakuan tersangka ketimbang bukti-bukti yang saintifik," ujar Bambang.

"Mereka sering melakukan tindakan intimidatif dan kekerasan. Padahal di kepolisian di negara-negara yang lebih maju, pengakuan tersangka punya bobot yang sangat kecil," kata dia,

Dia menuturkan klaim-klaim terkait kejanggalan dalam kasus ini mesti ditanggapi serius oleh Polri demi menjaga kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum.

Terlebih, polisi memiliki rekam jejak terkait dugaan rekayasa kasus dan penggunaan kekerasan terhadap tahanan.

"Karena kasus ini sudah viral dan jadi perhatian masyarakat, polisi harus mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan delapan tahun lalu lewat penyelidikan ulang atau penyelidikan terkait kesalahan prosedur sendiri," kata Bambang.

Baca juga: Kakak Vina Bingung dengan Pernyataan Polisi yang Hapus 2 Nama Pelaku dalam DPO

"Propam harus turun untuk audit investigasi pada proses penyelidikan maupun penyidikan delapan tahun yang lalu," tuturnya.

Proses ini dinilai penting untuk mengungkap kebenarannya secara terang, sehingga memberi keadilan bagi keluarga korban soal peristiwa yang sesungguhnya terjadi.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Halaman:


Terkini Lainnya
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau