BOGOR, KOMPAS.com- Sebanyak 331 lapak bangunan pedagang kaki lima (PKL) yang berdiri tanpa izin di sepanjang jalur Puncak Bogor, Jawa Barat, sudah dibongkar sejak Senin (24/6/2024).
Pembongkaran kemarin itu sempat mendapat perlawanan dari para pemilik lapak hingga terjadi bentrokan.
Pengamatan Kompas.com selepas pembongkaran di lokasi, Selasa (25/6/2024), kini bangunan liar yang berada di pinggir jalan itu tinggal menyisakan puing bangunan.
Baca juga: Penertiban PKL di Puncak Bogor Berakhir Ricuh, Pedagang Ogah Pindah ke Rest Area
Ratusan lapak bangunan pedagang yang dibongkar itu tersebar di tiga desa, yakni Desa Batu layang, Tugu Selatan, Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Saat ini, puing sisa pembongkaran masih banyak berserakan dan sebagian belum dirapikan. Bangunan PKL semipermanen yang terbuat dari tripleks, seng, batako dan asbes telah hancur rata dengan tanah.
Tak jauh dari puing-puing itu, para PKL saling gotong royong untuk memungut sisa barang-barang yang selamat. Mereka sibuk mengumpulkan sisa plang yang hancur untuk ditimbang lalu dijual ke pengepul rongsokan.
Salah satu pedagang yang berada di lokasi, Hilman (42), mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bogor tidak manusiawi melakukan pembongkaran lapak atau warung miliknya.
"Dibongkarnya kemarin, mereka (pemerintah) itu zalim," ujar warga asli Cisarua itu sambil mengumpulkan plang seng yang sudah tak berbentuk.
Ia bersama temannya hanya pasrah dan tak tahu lagi harus kemana untuk mencari tempat berdagang.
Baca juga: Alternatif Wisata Selain Puncak Bogor, Tanpa Perlu Terjebak Macet
Menurutnya, pembongkaran lapak bangunan ini sangat merugikan para pedagang.
Apalagi, mereka hanya rakyat kecil dan tujuan berdagang pun hanya untuk menyambung hidup saja.
"Jadi sekarang kita gak tahu ini harus pindah kemana, disuruh ke Rest Area Gunung Mas pun itu enggak menguntungkan di sana karena jualan gak laku, sepi (wisatawan) di sana," ucap pria yang berjualan selama 40 tahun di lapak bangunan liar di pinggir jalan Raya Puncak.
"Memang udah ada pemberitahuan tapi itu hanya seminggu saja, jadi kita gak sempat beres-beres," ujarnya.
Ayah dua anak ini sudah 28 tahun berjualan di pinggir jalan Raya Puncak tepatnya di blok Masjid Atta'wun.
Baca juga: Berdiri Tanpa Izin, Warpat di Puncak Bogor Bakal Dibongkar
Bangunan semipermanen yang berdiri di sisi kiri jalan itu adalah tempatnya mencari rezeki bersama sang istri.
"Biasanya jalan nasi goreng, Indomie dan kopi. Ya sekarang cuman ngumpulin seng aja untuk dijual ke rongsokan karena sudah dibongkar begini kan (hancur). Ini puing sisa pembongkaran kita kiloin ya dapatnya tadi 20 ribu. Mana cukup," ujarnya pasrah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.