Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bandung Termacet Nomor 2 di ASEAN dan 12 Dunia, Warga: Bikin Emosi...

Kompas.com, 24 Januari 2025, 14:11 WIB
Faqih Rohman Syafei,
Eris Eka Jaya

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Kota Bandung menjadi kota termacet di Indonesia, "mengalahkan" Jakarta dan Medan.

Hampir setiap hari, warga Ibu Kota Jawa Barat ini harus bergelut dengan kemacetan yang seolah tiada henti.

Berdasarkan laporan TomTom Traffic Index 2024, Kota Bandung menempati posisi kedua di kawasan ASEAN sebagai kota paling macet, di bawah Davao City, Filipina.

Survei yang dilakukan oleh TomTom Traffic Index 2024 mencakup 62 negara di enam benua.

Hasilnya, Kota Bandung pun menduduki peringkat ke-12 dari 500 kota paling macet di dunia.

Baca juga: Kata Warga soal Bandung Peringkat Ke-12 Kota Termacet di Dunia: Capek...

Pada laporan tersebut, untuk menempuh 10 kilometer di Kota Bandung, pengendara memerlukan waktu rata-rata 32 menit 27 detik.

Angka tersebut cukup terpaut jauh dengan Jakarta, sekitar 25 menit 32 detik.

Menurut sejumlah warga Kota Bandung, kemacetan di Kota Bandung terjadi pada pagi dan sore hari.

Waktu tersebut adalah jamnya berangkat dan pulang sekolah maupun kerja.

Selain itu, buruknya kualitas transportasi umum di Kota Bandung membuat warga enggan untuk menggunakannya. Kendaraan pribadi dipilih lantaran dianggap lebih cepat, murah, dan nyaman.

Zakia Ahmad Idris (34) warga Jalan Terusan Kopo yang berprofesi sebagai sales dan Ojol merasakan dampak kemacetan di Kota Bandung yang semakin parah, Jumat (24/1/2025).Kompas.com/Faqih Rohman Syafei Zakia Ahmad Idris (34) warga Jalan Terusan Kopo yang berprofesi sebagai sales dan Ojol merasakan dampak kemacetan di Kota Bandung yang semakin parah, Jumat (24/1/2025).

Zakia Ahmad Idris (34), warga Terusan Kopo, mengaku bahwa setiap hari dirinya selalu menghadapi kemacetan saat akan berangkat dan pulang kerja.

Ia terpaksa harus keluar rumah lebih pagi agar tidak telat sampai di tempat kerja.

"Cukup terganggu (macet), kadang bikin rutinitas kerja saya sebagai sales terganggu saat harus kunjungan ke klien di lapangan di perbatasan kota dan kabupaten," ujarnya saat ditemui di Jalan Sriwijaya, Jumat (24/1/2025).

Selain sebagai sales, Zakia yang sore harinya bekerja sebagai ojek online (ojol) merasakan dampak yang cukup signifikan terhadap pemasukannya.

Baca juga: Dugaan Mark Up Rp 9 Triliun, eFishery Stop Operasional, Mitra Terdampak, Terancam PHK

Dari hari ke hari, penumpang semakin berkurang akibat waktu tempuh yang lebih lama.

Pada saat akhir pekan, ia terkadang merasakan macet yang lebih lama dibanding hari biasanya.

Ini terjadi karena banyaknya kendaraan wisatawan luar kota yang menyesaki pusat belanja dan kuliner di Bandung.

Kemacetan semakin diperparah ketika hujan mengguyur Kota Bandung, yang membuat sejumlah jalanan utama seperti Jalan A. H. Nasution dan Ahmad Yani tergenang banjir semata kaki atau "cileucang".

"Sudah mah pagi, siang, sore macet terus. Kalau hujan, banjir makin bikin macet. Enggak tahu kenapa sekarang macetnya makin sering, itu yang bikin saya kadang suka emosi di jalan," katanya sambil tertawa kecil.

Niko Prayoga (22) perantau asal Kabupaten Kuningan yang berkerja di Kota Bandung mengaku harus berangkat 2 jam lebih awal agar bisa terhindar macet di jalanan utama Kota Bandung, Jumat (24/1/2025).Kompas.com/Faqih Rohman Syafei Niko Prayoga (22) perantau asal Kabupaten Kuningan yang berkerja di Kota Bandung mengaku harus berangkat 2 jam lebih awal agar bisa terhindar macet di jalanan utama Kota Bandung, Jumat (24/1/2025).

Warga lainnya, Niko Prayoga (22), perantau asal Kabupaten Kuningan yang bekerja di Kota Bandung, merasakan perbedaan yang sangat signifikan dibandingkan dengan kota asalnya.

"Kalau di Kuningan, macetnya setahun paling 2-3 kali, itu pas Idul Fitri, Idul Adha, sama Tahun Baru. Di Bandung, saya setiap hari macet," katanya saat ditemui di kawasan Cihapit.

Niko yang berdomisili di Kecamatan Cibiru harus berangkat dua jam lebih awal untuk menuju ke tengah kota.

Sejak awal berangkat, ia sudah merasakan kemacetan karena Cibiru merupakan jalur perbatasan antar kota dan kabupaten.

"Dari awal aja udah macet, banyak warga kabupaten yang mengarah ke kota. Sebaliknya, banyak warga dan mahasiswa juga yang lewat Cibiru untuk kuliah di Jatinangor," ucapnya.

Baca juga: Bandung Jadi Kota Termacet Ke-12 Dunia, Pergeseran Jam Masuk PNS Dikaji

Meskipun bukan warga asli Bandung, ia berharap Pemerintah Kota Bandung bisa membenahi transportasi umum yang memadai dan cepat.

Salah satu yang dikeluhkan adalah banyak transportasi umum yang lambat sampai di halte atau terminal.

"Ritme Bandung cepat, tetapi transportasi umumnya terlalu lambat, jadinya enggak tepat waktu ke tujuan. Nah, harusnya pemerintah berbenah jadi banyak yang pakai, apalagi banyak PKL pinggir jalan sama angkot ngetem," tutur Niko.

Sementara itu, Nappisah (24), warga Kabupaten Bandung yang bekerja di Kota Bandung, menyebut bahwa banyaknya pembangunan menjadi salah satu penyebab kemacetan.

Ditambah sempitnya jalan-jalan utama membuat macet semakin parah.

"Yang diresahkan macet karena kendaraan bertambah, tetapi jalan segitu-gitu aja," katanya.

Dia berharap Pemda bisa merespons cepat keluhan warga perihal kemacetan yang terjadi di kawasan Bandung Raya.

Ia mendorong agar segera direalisasikan perbaikan transportasi umum dan pelebaran jalan sehingga bisa memuat kendaraan yang melintasi jalanan utama.

"Semoga ke depannya Bandung enggak macet lagi, apalagi ada pemimpin baru yang bakal dilantik. Tinggal tunggu gebrakannya saja soal kemacetan ini," katanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau