Editor
Dalam pandangannya, pendisiplinan yang baik tidak harus ditempuh lewat pendekatan militeristik. Sebab, disiplin sejati lahir dari kesadaran, bukan ketakutan.
"Yang dibutuhkan siswa bukan barak, tapi ruang belajar yang memulihkan. Kalau yang bermasalah adalah sikap, maka pendekatannya harus bersifat pedagogis dan reflektif, bukan koersif,” ujarnya.
Kritik tajam juga disampaikan Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra.
Ardi mengatakan, TNI bukanlah lembaga pendidikan atau rehabilitasi anak, sehingga menyerahkan penanganan kenakalan siswa kepada institusi militer adalah sebuah kekeliruan.
"Perlu diingat bahwa institusi militer atau TNI bukan lembaga pendidikan atau rehabilitasi anak. Jadi menyerahkan persoalan kenakalan siswa kepada TNI adalah sesuatu yang salah dan keliru," ujar Ardi.
"Di sana institusi militer sangat kental dengan prinsip perilaku kedisiplinan yang keras dan juga karakter kekerasan. Kita mencatat perilaku kekerasan militer yang marak terjadi belakangan ini. Ini bisa jadi kontraproduktif dari tujuan yang ingin dicapai Pemprov Jabar," tuturnya.
Ardi juga mengkritisi tidak adanya bukti ilmiah yang mendukung efektivitas pendekatan militer dalam mengatasi kenakalan remaja.
Ia menilai, alih-alih membuat anak menjadi sadar dan produktif, pendekatan semacam itu justru berisiko menumbuhkan kecenderungan kekerasan dalam diri anak.
Menurut Ardi, kebijakan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan gagal dalam menangani persoalan kenakalan siswa.
"Pertama, ini menunjukkan pemda dan disdik gagal dalam mengatasi persoalan kenakalan siswa hingga perlu melibatkan institusi lain dalam mengatasi persoalan ini. Mereka tidak bekerja secara efektif untuk mengatasi persoalan kenakalan siswa," ujar Ardi.
Ia juga menilai bahwa pelibatan institusi militer dalam penanganan kenakalan siswa sangat berpotensi melanggar hak-hak anak yang telah dijamin oleh peraturan perundang-undangan, termasuk konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Program pendidikan militer yang digagas Dedi juga diduga belum memiliki dasar regulasi yang jelas.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, saat ditemui di Kantor DPRD Jabar pada Kamis (1/5/2025).
Menurutnya, setiap program pemerintahan harus dirancang secara matang dan melibatkan berbagai pihak, termasuk DPRD dan masyarakat.
Ono mengatakan, hingga saat ini regulasi program tersebut masih dalam proses penyusunan.