BANDUNG, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat, Ono Surono, melakukan sidak ke SMK Negeri 13 Kota Bandung menindaklanjuti laporan adanya dugaan pungutan liar (pungli) kepada setiap siswa kelas 11 sebesar Rp 5,5 juta, Kamis (22/5/2025).
Dalam kunjungan ini, Ono Surono menemukan fakta bahwa pungutan atau sumbangan tersebut terpaksa dilakukan oleh Komite Sekolah lantaran untuk menutupi kekurangan biaya untuk kegiatan praktikum di laboratorium.
Dia mengatakan, dari pengakuan komite, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pemprov Jabar yang diterima sekolah tidak cukup untuk menutupi pembelian bahan-bahan praktikum.
"Ada kebutuhan dari sekolah terkait pembelajaran anak-anak tersebut karena memang tidak bisa di-handle oleh anggaran yang disiapkan oleh pemerintah daerah," ujar Ono kepada awak media di SMKN 13 Kota Bandung, Kamis (22/5/2025).
Lebih lanjut, Komite Sekolah pun mengeklaim tidak pernah memaksa orangtua siswa, khususnya yang berasal dari keluarga pra-sejahtera, untuk ikut menyumbang.
Bahkan, soal informasi orangtua yang belum membayar sumbangan tersebut sehingga siswa tidak diperbolehkan untuk ikut ujian, tidak benar.
"Tadi disampaikan Ketua Komite, sebenarnya tidak ada pemaksaan, tidak ada hal-hal yang dikaitkan dengan ujian. Namun, mungkin ini informasi yang belum tersampaikan," kata Ono.
Baca juga: Ono Minta Dedi Mulyadi Turun Tangan Atasi Kasus Dugaan Pungli di SMKN 13 Bandung
Ono baru mengetahui bahwa biaya pendidikan di SMK ternyata lebih mahal daripada SMA.
Apalagi, kata dia, untuk beberapa jurusan tertentu, semisal analis kimia, farmasi, dan lainnya, diibaratkan seperti fakultas kedokteran di tingkat perguruan tinggi.
Oleh sebab itu, perlu adanya pengkajian lebih lanjut soal struktur biaya sekolah SMA/SMK di APBD agar bisa efektif sehingga tidak membebankan para orangtua siswa.
"Struktur pembiayaan APBD di bidang pendidikan tentunya ini menjadi bahan bagi kami. Salah satunya, misalnya BOPD (Biaya Operasional Pendidikan Daerah) yang sekarang rata, ternyata di SMK itu biaya pendidikannya jauh lebih besar daripada SMA," tutur Ono.
Meski begitu, Ono menyayangkan adanya penggalangan dana kepada orangtua siswa, meskipun dengan alasan yang rasional agar siswa tetap bisa menjalankan proses pembelajaran.
Dia mendorong Komite Sekolah untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menutupi kekurangan biaya tersebut dengan berwirausaha bersama dan menjual produknya.
Dengan demikian, keuntungan bisa digunakan untuk berbagai kegiatan sekolah lainnya.
Baca juga: Pencurian di SMKN 1 Pertanian Sukaraja Sukabumi, 9 Komputer Hilang
"Misalnya, kalau harus disisir, (orangtua) yang mampu, yang sudah berkecukupan. Dari unsur luar, dari alumni, dari industri yang ada di sekitar sekolah. Dan yang lainnya, kreatif inovatif, misalnya, buat usaha. Hasil penjualannya, misalnya, disumbangkan untuk sekolah ini bisa saja, tetapi ini kan jarang sekali kita lakukan," katanya.