Setiap kebijakan bisa dikaji lebih dalam, baik secara teknis maupun psikologisnya.
Menurut dia, pendekatan dalam pendidikan ada berbagai macam cara bijak.
Jika pendekatannya terlalu behavioristik, perlu dilengkapi dengan pendekatan lain seperti humanistik, kognitif, dan emotif.
"Maksud saya, keseluruhan potensi anak itu harus diperhatikan. Bukan hanya dari sisi perilaku yang tampak dan tidak tampak," ucapnya.
"Contoh, bagaimana anak itu dididik cara berpikirnya, itu harus dialog kalau cara berpikir itu. Bagaimana anak itu harus punya ketulusan, kesadaran untuk disiplin, nah itu tidak hanya dengan konseling. Tidak bisa dengan hanya satu cara, tetapi berbagai macam cara. Jangan terjebak dengan satu cara. Kita harus menggunakan berbagai macam cara yang bijak," ucapnya.
Baca juga: Keluyuran Lewat Jam 9 Malam, Siswa di Jabar Terancam Masuk Barak Militer
Dalam penyelenggaraan pendidikan, ia menekankan perlunya melibatkan guru secara menyeluruh di tiga hal ini, yakni pengajaran, konseling atau guru BK, dan juga keterampilan, agar pembinaan anak berjalan menyeluruh dan berkesinambungan.
"Guru BK, guru olahraga, guru kesenian itu penting, jadi guru itu dilibatkan bukan hanya guru mata pelajaran, guru konseling atau BK, dan juga guru-guru olahraga, kesenian, dan sebagainya," ucapnya.
Namun, yang paling penting, kata Jutnika, pendidikan itu harus ditekankan dari rumah.
"Yang paling penting itu, mohon maaf, pendidikan itu di rumah. Jadi, bukan di sekolah. Yang paling penting itu di rumah. Informal education, itu yang paling penting," ucapnya.
"Jadi, sebetulnya keluarga, pemerintah, dan masyarakat harus bekerja sama. Jangan hanya mengandalkan satu unsur saja," katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang