BANDUNG, KOMPAS.com - Sudah jatuh tertimpa tangga, peribahasa itu menggambarkan bagaimana kondisi sopir truk Indonesia saat ini.
Bagaimana tidak?
Pada praktiknya, sopir truk kerap menjadi korban dari aksi premanisme, baik intimidasi, teror, dan sejenisnya.
Tak hanya itu, aksi pungutan liar (pungli) sekelompok organisasi masyarakat (ormas) atau preman kerap dirasakan sopir.
Baru-baru ini, beban sopir truk semakin bertambah, pasalnya pemerintah tengah menggodok undang-undang (UU) kendaraan angkutan barang yang mengalami "Over Dimension Over Loading" (ODOL).
Baca juga: Demo Sopir Truk Tolak Aturan ODOL di Bandung Tutup Tol Soroja
Pemerintah mengeklaim, kendaraan barang yang melebihi batas dimensi dan muatan memiliki dampak negatif mulai dari kerusakan infrastruktur, risiko kecelakaan, gangguan lalu lintas, kerugian ekonomi, hingga berdampak pada lingkungan.
Namun, klaim tersebut dipandang berbeda oleh beberapa komunitas atau organisasi sopir truk.
Irvan Dinarya (35), anggota Engkel Mania Indonesia, Kabupaten Bandung, menilai penerapan UU ODOL akan merugikan para sopir truk nantinya.
Kendati masih dalam tahap sosialisasi, Irvan menyebut UU ODOL sangat berdampak pada kesejahteraan sopir truk.
Baca juga: Aksi Solidaritas Tolak Aturan ODOL Berlangsung 3 Hari, Ini Tuntutan Supir Truk
"Ya kalau buat sopir pasti merugikan. Peraturan ini kan baru sosialisasi sebenarnya, tetapi kami sudah tahu dampak ke kami langsung seperti apa," katanya, ditemui saat aksi sopir truk menutup jalan Tol Soroja, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (19/6/2025).
Menurut dia, klaim kendaraan barang yang melebihi batas dimensi dan muatan membahayakan tidak bisa dilihat atau distigmakan begitu saja.
Dia mencontohkan, muatan sayuran yang harganya cenderung fluktuatif masih menjadi andalan sopir truk untuk bisa membawa muatan lebih dari kapasitas.
"Sekarang contoh gini, kebanyakan yang demo muatan sayuran. Kalau muatan sayuran kan harga sayuran fluktuatif, kan naik turun. Kalau di kala harga sayuran turun terus, kami bawa muatan sedikit, rugi," ujarnya.
Meski begitu, Irvan mengeklaim para sopir truk sudah berpengalaman dengan membawa muatan berlebih.
"Kalau berbahaya sih kami juga sebagai sopir menyadari, memang ODOL berbahaya, cuma mau gimana lagi gitu," tambahnya.
Ribuan sopir truk melakukan aksi demo tolak RUU ODOL dengan cara menutil akses lalu lintas Tol Soroja, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/6/2025)Saat ini, para sopir truk hanya menerima bayaran untuk sekali jalan membawa muatan sebesar Rp 200.000.
"Per hari itu pun sehari semalam, kadang berangkat pagi pulang malam," ungkapnya.
Dia berharap, UU ODOL dibatalkan atau ditiadakan.
Kalaupun harus ada, kata Irvan, pemerintah mesti mengukur dampak terhadap sopir seperti apa.
"Kalau untuk sementara gitu ya, ditinjau lagi gitu kan, regulasinya bagaimana, efeknya buat para sopir bagaimana gitu kalau menurut saya," ucapnya.
Jika tetap dipaksakan, Irvan mengaku akan melakukan aksi serupa dengan jumlah massa yang lebih besar.
"Mungkin kalau masih tetap ditetapkan, ke depannya mungkin bakal ada aksi seperti ini lagi. Sampai mungkin peraturannya ya semua kita dihapuskan lah," kata Irvan.
Ade Rustandi (28), anggota Asosiasi Sopir Seluruh Indonesia (ASSI), mengatakan selain mendapatkan konsekuensi hukum, Ade menambahkan para sopir truk kerap menjadi korban dari aksi premanisme hingga pungutan liar (pungli).
Adanya rencana penerapan UU ODOL, kata Ade, menambah lengkap beban para sopir truk di tengah ketidakpastian ekonomi.
"Kami ingin dapat kesejahteraan juga, jangan pandang kami sebelah mata, kami sopir, ekonomi kami terbatas. Kalau enggak ada sopir, ekonomi Indonesia enggak jalan," katanya.
"Ketika di jalan kami ini jadi korban premanisme, atau pungli, walaupun kami sopir dengan bayaran yang enggak seberapa, tetapi dengan adanya UU ODOL ini kami semakin tertekan," ucap dia.
Baca juga: 1.000 Sopir Truk di Banyumas Turun ke Jalan, Tolak Aturan Zero ODOL
Menurut dia, sampai saat ini pemerintah masih belum memperhatikan secara utuh nasib sopir truk.
"Pendapatan kami gimana, ada orderannya saja, tetapi percaya saja sebetulnya enggak cukup, kepotong yang lainnya, kaya pungli. Kami minta pemerintah Indonesia memahami keinginan kamilah, kami pengen juga sejahtera, anak istri di rumah nunggu," bebernya.
Sejak siang pukul 12.00 WIB, hingga pukul 14.34 WIB, arus lalu lintas Jalan Raya Exit Tol Soreang - Pasirkoja (Soroja) Kabupaten Bandung, Jawa Barat, lumpuh total, Kamis (19/6/2025).
Hal itu imbas dari aksi demonstrasi yang dilakukan ribuan sopir truk terkait adanya rencana penerapan Undang-Undang (UU) kendaraan angkutan barang yang mengalami "Over Dimension Over Loading" (ODOL).
Pelbagai jenis truk engkel hingga mobil bak terbuka sengaja berhenti di badan jalan, hingga menyebabkan arus lalu lintas lumpuh.
Arus lalu lintas terganggu tidak hanya di lajur menuju kantor Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bandung saja, namun juga arus lalu lintas yang menuju pintu masuk Tol Soroja.
Sementara, pengendara yang hendak menuju arah Soreang diarahkan menuju Jalan Raya Gading Tutuka.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang