BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, turun langsung menemui perwakilan warga dari tiga desa di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, yang terancam terusir dari tanah kelahiran mereka.
Tiga desa itu ialah Sukawangi, Sukamulya, dan Sukaharja, yang saat ini menjadi perhatian publik lantaran Desa Sukawangi masuk dalam kawasan hutan berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Kehutanan 2014.
Sementara itu, dua desa lainnya, Sukamulya dan Sukaharja, lahannya menjadi sitaan terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terpidana Lee Darmawan alias Lee Chin Kiat.
Dedi memastikan dirinya telah memahami keresahan dan permasalahan yang dihadapi warga ketiga desa tersebut.
Baca juga: Keresahan Warga Desa Sukamulya soal Wilayahnya Akan Dilelang: Kami Tak Pernah Jual Tanah...
Dedi menegaskan Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan mendampingi warga.
"Semoga dalam waktu tidak terlalu lama, ada langkah-langkah taktis yang dibuat. Seluruh warga tenang saja, Gubernur bersama rakyat," ucap Dedi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/9/2025).
Persoalan status tiga desa ini sebelumnya ramai diberitakan setelah diungkap Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDTT) Yandri Susanto dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI, Selasa (16/9/2025).
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDesa) Jabar, Ade Afriandi, menjelaskan akar masalah dua desa bermula dari sengketa lahan sitaan BLBI.
Berdasarkan dokumen Desa Sukaharja, pada 1983, Lee Darmawan yang menjabat Direktur PT Bank Perkembangan Asia memberikan pinjaman Rp850 juta kepada PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu.
Pinjaman itu dijaminkan dengan tanah adat seluas 406 hektar di Desa Sukaharja yang berbatasan langsung dengan Sukawangi.
Baca juga: 2 Desa di Bogor Diagunkan ke Bank karena Kasus BLBI, Gubernur Dedi Mulyadi Siapkan Gugatan
"Tahun 1991, terdapat Putusan Mahkamah Agung dalam Perkara No. 1622 K/PID/1991, turunan dari Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam No. 56Pid/B/1990/PN.JKT.BAR tentang Pidana Korupsi Tersangka Lee Darmawan KH alias Lee Chin Kiat, dan menyita lahan agunan PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu. Tetapi luas tanah yang disita bertambah semula 406 hektar menjadi 445 hektar," kata Ade.
Tiga tahun kemudian, eksekusi dilakukan oleh Satgas Gabungan BI dan Kejagung.
Namun, hasil verifikasi di lapangan hanya menemukan sekitar 80 hektar sebab masyarakat mengaku tidak pernah benar-benar menjual tanah mereka.
"Warga baru menerima tanda jadi, sementara nama penjual pun tidak dikenal," ucap Ade.
Ade menambahkan, persoalan kembali mencuat pada periode 2019-2022 saat Satgas BLBI bersama BPN mengeklaim 445 hektar lahan sitaan Lee Darmawan.
Semua proses administrasi tanah, mulai dari sertifikasi hingga pembayaran pajak, diblokir tanpa mengindahkan hasil verifikasi 1994 yang dilaporkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Ia menilai perbedaan angka luasan lahan agunan dengan sitaan menambah kejanggalan.
Baca juga: Desa Sukaharja dan Sukamulya di Bogor Jadi Jaminan Utang Bank, Dedi Mulyadi Turun Tangan
"Selain itu, luas lahan yang diagunkan awalnya 406 hektar, tapi dalam putusan kasus BLBI berubah jadi 450 hektar," katanya.
Selain masalah BLBI, Ade juga menyoroti penetapan Desa Sukawangi sebagai kawasan hutan melalui SK Kementerian Kehutanan 2014.
Penetapan itu dinilai ganjil karena mencakup seluruh wilayah desa, termasuk fasilitas umum seperti kantor desa, jalan, dan masjid.
"Karena diarsir semua wilayah. Jadi akhirnya, termasuk kantor desa, jalan, masjid, itu dianggap harus dihutankan lagi," ucapnya.
Ia menegaskan SK tersebut pun sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Karena itu, ia menilai persoalan tiga desa ini perlu ditelusuri ulang secara historis dan kronologi, baik dari Kementerian Kehutanan maupun dari kasus BLBI.
"Kami juga perlu historis-kronologis dari Kementerian Kehutanan. Nah itu yang Sukawangi. Kemudian yang BLBI karena BLBI ini kan sudah di pengadilan. Pertama memang tetap historis-kronologinya harus kami lengkapi," pungkas Ade.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang