BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - "Keterbatasan bukanlah penghalang bagi seseorang untuk menjadi sesuatu."
Ujaran itu keluar dari benak Cecep Herman (44), warga Kampung Cikalapa RT 02/07 Desa Rajamandala Kulon, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat.
Cecep hidup dengan serba keterbatasan. Ia ditakdirkan tak memiliki dua lengan dan dua kaki sejak lahir. Mau tak mau Cecep harus beraktivitas menyesuaikan apa yang manusia normal lakukan.
Baca juga: Kemensos Dampingi Perempuan Difabel Korban Kekerasan Seksual di Lampung
Di tengah keterbatasan fisik itu, Cecep harus berjuang menghidupi istri dan kedua anaknya. Keterbatasan ekonomi menjadi dorongan Cecep untuk berjualan mainan dan aksesoris keliling.
"Setiap hari berkeliling dorong gerobak. Keliling jualan di sekitar wilayah Cipatat saja," kata Cecep saat ditemui di sela istirahat jualan, Senin (10/4/2023).
Baginya, keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk mundur dari tanggung jawabnya sebagai tulang punggung keluarga.
Baca juga: Kisah Lulusan SMP di Pelosok Bandung Barat, Bangun Masjid Mirip Kabah di Kampungnya
Cecep harus giat bekerja menjajakan aksesoris dan mainan anak keliling ke sekitar Kecamatan Cipatat.
Setiap harinya, ia menyiapkan modal Rp 100.000 untuk membeli barang yang hendak dijual keliling menggunakan gerobak sederhana. Keuntungan dari jualan hanya cukup untuk menambal kebutuhan dasar rumah tangga.
"Sehari dapat paling besar Rp 150.000. Yang Rp 100.000 buat modal lagi. Jadi paling banter dapat Rp 50.000 sehari," kata Cecep.
Dengan kondisi fisiknya itu, ia kerap dipandang sebagai manusia yang lemah, tak bisa berbuat sesuatu, berbeda, abnormal, menyeramkan, dan segudang stigma yang merundungnya.
Cecep sadar betul stigma buruk terhadap kaum difabel itu ada di tengah masyarakat. Ia merasakan betul bagaimana dunia menghakiminya sedari kecil.
"Sudah gak heran sama omongan-omongan orang. Mental saya sudah kuat. Yang namanya bully, dikucilkan, sudah saya rasakan dari kecil," ucap Cecep.
Meski mendapat stigma menyebalkan dari masyarakat umum, Cecep bisa membuktikan bahwa difabel bisa setara bahkan lebih unggul dengan orang-orang yang memiliki organ tubuh sempurna.
"Sewaktu SD dulu, kalau mau masuk SD tidak bisa langsung masuk kelas 1. Harus percobaan dulu 1 tahun. Dulu ditakutkan gak bisa menyeimbangi siswa normal, karena memang dulu juga gak ada SLB," papar Cecep.
"Tapi alhamdulilah, sampai kelas 6 selalu masuk 3 besar. Bahkan dari kelas 1 yang siswanya 27 orang, pas kelas 6 berkurang-berkurang katena gak naik, karena keluar sekolah dan sebagainya," imbuhnya.