Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Seniman Tradisi Badud Pangandaran, Pernah Dicemooh dan Dibayar Alakadarnya

Kompas.com - 20/09/2023, 22:45 WIB
Candra Nugraha,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

PANGANDARAN, KOMPAS.com - Seni tradisional Badud berasal dari Dusun Margajaya, Desa Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Saat ini, seni tradisional Badud dijalankan oleh generasi kedelapan.

"Seni Badud hanya lahir di Margajaya. Jadi memang kami asli, bukan jiplakan," kata Yaya, salah seorang seniman Badud saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (20/9/2023).

Baca juga: Cerita Seniman Reog Ponorogo Berusia 60 Tahun: Berkesenian Tak Perlu Pamrih

Seni Badud mulai diciptakan tahun 1868 atas dasar keinginan masyarakat yang merasa bosan dan takut pada binatang buas ketika musim panen tiba. Maka dibuat alat yang disebut dogdog, terbuat dari bambu yang dijadikan alat musik pengiring kesenian badud.

Dalam penampilannya, pemain mengenakan atribut topeng binatang yang berwujud kera, lutung, dan harimau

Yaya sudah puluhan tahun menekuni seni tradisional Badud. Selama itu pula, Yaya sudah mengenyam suka duka dalam menjaga seni ini agar tidak punah.

Disebut seni memalukan

"Dulu sebelum Pangandaran mekar (dari Kabupaten Ciamis), memang seni badud identik seni memalukan. Orang-orang ingin melihat (pertunjukan) ke yang modern, seperti (pentas musik) dangdut," kata Yaya yang juga merupakan kepala dusun Margajaya ini.

Bahkan, ada rekannya sesama pemain seni badud yang minta berhenti. Dia tidak mau ikut saat diajak pentas seni badud.

"Malah ada yang sudah jalan (latihan bersama) minta berhenti. Saat itu pernah mau mentas, anggota diberi kabar, namun satu persatu tidak mau. Mereka berhenti," kenang Yaya.

Saat itu, anggota yang bertahan hanya tiga orang.

"Saya sampai nangis. Besok mau pentas, yang lain pada enggak mau. Karena katanya malu (main badud)," katanya.

Yaya bertekad kuat bahwa seni tradisional ini harus dipertahankan. Seni badud, kata dia, sudah turun temurun.

"Kami tak mau (seni ini) hilang begitu saja. Salah satu budaya kami yang hanya satu-satunya di Pangandaran. Seni yang lahir dari dusun kami," tegas dia.

Tantangan saat ini

Jika dulu terkendala anggota yang tidak mau bermain Badud, kini kendalanya dari kesejahteraan anggota. Yaya mengatakan, seni tradisional Badud memang biasa dipentaskan dalam acara-acara besar, tetapi pemasukan tak sesuai.

"Namun dibayar minim. Alakadarnya," kata Yaya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com