Sejak pertama berdiri, Majelis tersebut pernah ditolak oleh warga sekitar lantaran pengeras suara yang kerap menganggu dan mengalahkan kumandang adzan di Masjid warga yang tak jauh dari lokasi Majelis.
"Soalnya, pesantren bukan tapi spikernya jadi saling keras dengan milik masjid di belakang. Sempat ditolak (warga), tapi akhirnya pak Haji (pemilik majelis) membuka pengajian anak, itu jadi mulai ada penerimaan dari warga," imbuhnya.
Sementara, Ipan (32) salah seroang warga RW 05 yang juga tak jauh dari lokasi Majelis mengaku nama Desanya menjadi tercemar lantaran adanya dugaan kasus tersebut.
"Citra desa jadi jelek, padahal belum tentu benar juga ada korban, buktinya sampai sekarang nggak ada korban yang muncul," kata Ipan.
Permintaan pemberhentian aktivitas Majelis oleh warga, kata Ipan, untuk sementara menjadi pilihan yang bijak di tengah polemik kasus tersebut.
Sambil menunggu kepastian dari kasus tersebut, Ipan dan warga setempat berharap nama Desa nya kembali bisa pulih dan baik.
"Buat sementara dari warga sendiri biar gak gaduh, kita hentikan aktivitas majelis sementara," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.