Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Warga Dipaksa Beradaptasi dengan Banjir Bandung Selatan

Kompas.com, 14 Oktober 2022, 13:17 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com- 30 tahun lebih bukan waktu yang sebentar bagi Aki (33) bertahan di tengah kepungan banjir Bandung Selatan.

Ia berserta keluarga dan warga lainnya tumbuh bersama banjir kiriman dan luapan sungai Citarum yang kerap mengamuk, kala musim penghujan tiba.

Selama itu pula, ia dan Kampung Bojongasih, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dipaksa untuk beradaptasi dengan situasi yang tak kunjung membaik.

Baca juga: Warga Tak Tutup Pembuangan Air Kamar Mandi Jadi Kendala Penanganan Banjir di Bandung Selatan

Kepada Kompas.com, Aki berbagi ceritanya bagaimana ia menjalani hari-hari ketika musim hujan datang dan banjir perlahan datang seperti tamu tak diundang.

"Saya asli orang sini, dari waktu kecil sampai sekarang sudah menikah, sudah hidup dengan banjir," katanya ditemui, Jumat (14/10/2022).

Jika di tempat lain, alarm peringatan menjadi pengingat warga untuk siaga. Di Kampung Bojongasih, kata Aki, tak memerlukan hal itu.

Bertahun akrab dengan banjir, membuat ia dan warga sudah tahu tanda-tanda saat banjir akan datang.

Biasanya, Aki dan warga mencari tahu hujan yang turun melanda wilayah mana, setelah diketahui, ia bisa memastikan apakah banjir yang akan datang merupakan kiriman atau luapan sungai Citarum.

"Sudah lama, sudah pengalaman, jadi enggak perlu kaya gituan, saya sejak kecil sudah tidak panik," jelasnya.

Baca juga: BBWS: Penanggulangan Banjir Bandung Selatan, Bekasi, dan Purwakarta Belum 100 Persen

Aki menjelaskan, antara banjir kiriman dan banjir luapan sungai Citarum itu bisa dibedakan.

Air yang datang akibat hujan yang melanda Kota Bandung, atau banjir kiriman, lanjut dia, warna airnya cenderung lebih coklat pekat.

Sedangkan, air luapan dari sungai Citarum itu lebih berwarna kuning.

"Karena sudah tahu dan paham, mau gimana lagi ciri-ciri kita sudah biasa," terang dia.

Abah Karun (66) seorang pengrajin perahu tongkang asal Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang hingga kini masih bertahan membuat perahu. Perahu buatan Abah Karun sangat bermanfaat bagi warga yang kerap terkena dampak banjir Bandung Selatan.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Abah Karun (66) seorang pengrajin perahu tongkang asal Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang hingga kini masih bertahan membuat perahu. Perahu buatan Abah Karun sangat bermanfaat bagi warga yang kerap terkena dampak banjir Bandung Selatan.
Adaptasi dengan perahu

Bertahun-tahun berteman dengan banjir, membuat Aki dan yang lainnya mulai beradaptasi.

Kegiatan sehari-hari harus bisa diatasi di tengah banjir yang belum tertangani. Suka atau tidak, lanjut dia, semua kalangan di Kampungnya mulai mengubah kebiasaan.

Kebiasaan yang paling mencolok, yakni hampir semua warga tak bisa lepas dari perahu.

Aki mengatakan, sejak lahir pada 1983, banjir sudah hadir di tengah kehidupannya.  Sejak saat itu pula, warga Kampung Bojongasih tidak pernah lepas dari perahu.

"Jadi kami di sini, punya atau harus memiliki transfortasi perahu, persiapan ketika hujan datang," bebernya.

Baca juga: Masyarakat Minta Pemda Serius Tangani Alih Fungsi Lahan di Kawasan Bandung Selatan

Bagi Aki dan warga lainnya, perahu merupakan penyelamat. Tidak aneh jika warga sekitar memperlakukan perahunya seperti alat transportasi pada umumnya.

"Dirawat kaya kita punya motor atau mobil," terangnya.

Jauh sebelum di bangunnya folder air, kolam retensi dan lainnya. Banjir Bandung Selatan seperti sesuatu yang akut. Pasalnya, untuk surut, warga harus menunggu berminggu-minggu.

Saat itu pula, perahu menjadi moda transfortasi yang paling diandalkan. Aki mengatakan, rutinitas anak sekolah, pekerja, hingga aktivitas sehari-hari menggunakan perahu.

Aki menyebut, para pemuda kala itu sudah bersedia sejak subuh untuk  membantu warga yang akan memulai aktivitasnya.

Tak sedikit, warga yang merasa terbantu memberikan sedikit rezekinya untuk para "driver" perahu tersebut.

"Begitu adanya, perahu menjadi alat bantu buat kita, sekolah, kerja, ke warung beli gas atau apa, bahkan ngangkut sepeda motor juga, benar-benar membantu istilahnya," ungkapnya.

Baca juga: Banjir Menerjang Bandung Selatan, 3 Kecamatan Terendam Luapan Sungai Citarum

Peran alat transfortasi perahu di banjir Bandung selatan, kata Aki, menjadi sangat krusial ketika banjir pada 2005 dan 2015.

Kala itu, banjir hampir setinggi atap rumah. Banjir di tahun itu, lanjut dia, tidak hanya membawa genangan air, namun juga material lumpur luapan sungai citarum yang ikut terbawa.

"Dulu kan banjir di sini tuh, istilah banjir per-lima tahun sekali, dan itu pasti tinggi. Tahun 2005 saya masih ingat ada lumpurnya, tinggi lumpurnya se dada orang dewasa, surutnya sampai tiga minggu. Kemudian tahun 2015 itu sampai atap genting, waktu itu gak ada cara lain semua aktivitas, evakuasi juga pakai perahu," jelas dia.

Dulu, ketika banjir dengan volume air yang besar, Aki dan keluarga kerap mengungsi.

Pasalnya, akses untuk ke rumahnya sulit di tembus, entah karena jumlah perahu yang terbatas atau adanya material lumpur yang menghambat.

"Waktu itu saya sempat ngungsi, karena akses dan rumah saya gak ada tingkatnya, yang mengungsi di tempat pengungsian itu yang gak punya atap atau lantai dua, jadi istilahnya orangnya itu-itu saja," imbuhnya.

Ronda saat hujan turun

Tiap kali hujan turun apalagi saat malam hari,warga di Kampung Bojongasih, kata Aki, sudah dipastikan siaga. Satu persatu warga mulai berkeliling dan memberikan kabar pada yang lain.

Warga, lanjutnya, mulai memindahkan alat transportasi mereka ke tempat yang lebih tinggi.

"Pas lagi hujan tengah malem mungkin warga di tempat lain sedang tidur bahkan lagi pulas banget, di sini mah kita kerja bakti, saling mengingatkan bahwa hujan sudah mulai turun," jelas dia.

Baca juga: Banjir di Bandung Selatan, Jalan Andir-Katapang Tak Dapat Dilalui Kendaraan

Tidak sedikit, warga yang bekerja atau bersekolah esoknya tidur di fasilitas umum seperti masjid yang tersedia di lokasi yang lebih tinggi.

Saat masih bekerja di lokasi yang jauh, Aki mengalami dan melakukan hal itu, ketika hujan dengan intensitas tinggi datang, ia harus mengungsi tidur di lokasi yang lebih tinggi.

"Dulu juga ngalamin, tapi sekarang udah enggak, saya kerja deket dan sudah menemukan cara bagaimana bertahan dan mensiasatinya," ungkap dia.

Aki mengatakan, ketika hujan turun, warga yang berada di dataran tinggi tak pernah keberatan jika halaman depan rumahnya dijadikan parkir sementara oleh warga yang rumahnya terdampak.

"Sudah biasa, asal jangan menghalangi pintu atau pagar keluar saja, jadi sudah sama sama merasakan," bebernya.

"Nah, kemudian motor-motor atau mobil juga di jagain sama yang ngeronda, jadi semacam saling membutuhkan saja," bebernya.

Baca juga: Libur Lebaran, Kunjungan Obyek Wisata Bandung Selatan Meningkat, Banyak Pengunjung Abai Prokes

Saat ini, di Desa Bojong, kata Aki, sudah tidak ada pendatang. Hampir semua warga asli yang mempertahankan rumah dan tanah kelahirannya.

"Jadi yang pribumi mah sudah bisa bertahan dan tahu kapan banjir, biasanya yang pendatang yang repot," terang Aki.

Aki merasa bersyukur, banjir yang sudah mendarah daging dengannya kini mulai di perhatikan pemerintah.

Pembangunan folder air, kolam retensi, hingga alat bantu lainnya yang mempercepat surutnya air bisa membuat ia dan warga lainnya sedikit lega.

"Meskipun sekarang masih banjir tapi sudah tidak seperti dulu, banjir sekarang cenderung cepat surut," kata dia.

Aki tetap berharap banjir di wilayah bisa teratasi tanpa terkecuali, dan saat itu terwujud ia juga harus bersiap beradaptasi dengan situasi yang baru.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau