Penyelenggaraan Upacara Adat Nyangku saat ini dilaksanakan oleh Yayasan Borosngora yang didukung oleh sesepuh Panjalu, Pemerintah Desa Panjalu, para tokoh masyarakat, juru kunci makam keramat, keturunan Raja Panjalu dan pihak terkait lainnya.
Sebelum dimulai, dilakukan pengambilan air suci untuk membersihkan benda-benda pusaka yang berasal dari tujuh sumber mata air.
Sumber mata air tersebut antara lain Sumber Air Situ Lengkong, Sumber Air Karantenan Gunung Syawal, Sumber Air Kapunduhan (Makam Prabu Rahyang Kuning), Sumber Air Cipanjalu, Sumber Air Kubang Kelong, Sumber Air Pasanggrahan, Sumber Air Bongbang Kancana, Sumber Air Gunung Bitung, dan Sumber Air Ciomas.
Air yang telah diambil akan disimpan di dalam tempat khusus dan ditawasul (diberi doa) oleh para santri selama 40 hari hingga hari pelaksanaan upacara adat Nyangku.
Baru kemudian dilaksanakan prosesi penyerahan tirta kahuripan dari sesepuh adat pengambil air kepada Ketua Yayasan Borosngora sebagai penanggung jawab pelaksanaan Upacara Adat Nyangku.
Selain itu disiapkan pula tujuh macam sesaji yang didampingi oleh tujuh macam minuman.
Di malam sebelum upacara adat Nyangku, dilakukan pengajian dan pembacaan Sholawat Nabi di Pasucian “Bumi Alit” yang biasanya diramaikan dengan tradisi Gembyung dan Debus.
Pada hari perayaan, benda-benda pusaka yang tersimpan di Pasucian “Bumi Alit” dikirab menuju ke Pulau Nusa Gede yang berada di tengah danau yang bernama Situ Lengkong.
Benda-benda pusaka utama dibawa dengan cara digendong seperti menggendong bayi oleh keturunan Raja Panjalu yang ditunjuk oleh Putra Mahkota Raja Panjalu yang menjabat sebagai Ketua Yayasan Borosngora.
Perjalanan kirab tersebut juga diiringi dengan irama gembyung (rebana) dan pembacaan sholawat Nabi.
Sampai di Pulau Nusa Gede benda-benda pusaka satu persatu mulai dibuka dari kain putih pembungkusnya, untuk selanjutnya dibersihkan dengan air dan jeruk nipis yang telah disiapkan.
Pembersihan benda-benda pusaka dimulai dengan pedang pusaka Prabu Sanghyang Borosngora dan dilanjutkan dengan pusaka-pusaka lainnya hingga selesai.
Setelah benda-benda pusaka itu dibersihkan, kemudian diolesi dengan minyak kelapa yang dibuat khusus untuk keperluan upacara adat Nyangku.
Setelah itu barulah benda-benda pusaka ini kembali dibungkus dengan lilitan janur dan tujuh lapis kain putih, untuk kemudian diikat dengan memakai tali dari benang boeh.
Benda-benda pusaka yang telah dibungkus kemudian dikeringkan dengan asap kemenyan.
Setelah semua prosesi selesai,benda-benda pusaka tersebut kembali diarak untuk di simpan kembali di di Pasucian “Bumi Alit”.
Sumber:
disbudpora.ciamiskab.go.id
kebudayaan.kemdikbud.go.id
jabar.antaranews.com
bobo.grid.id