Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Ibu Penjahit di Bandung, Penghasilan Rp 50.000, Sempat Ingin Menyerah, hingga Berhasil Kuliahkan Anaknya

Kompas.com - 02/02/2023, 07:39 WIB
Reni Susanti

Editor

BANDUNG, KOMPAS.com - Nai Rohmah (40 tahun) menceritakan perjuangannya menjadi tulang punggung keluarga setelah suaminya meninggal 2016 silam.

“Saya sempat terpuruk, sebab merasa tidak sanggup mengurus anak-anak sendirian," ujar Rohmah di Bandung, belum lama ini.

Saat itu, ia memilih pulang ke rumah orangtuanya di Garut. Antara kekalutan dan keputusasaan, ia berpikir keras. Tidak bisa berlarut dalam kesedihan demi anak-anak.

Baca juga: Jadi Selingkuhan Kompol D, Nur Penumpang Audi A6 Harus Diperiksa Ulang karena Keterangan Palsu

Apalagi anak-anak tidak boleh sampai putus sekolah. Dengan tekad itu, ia pun kembali ke Bandung untuk berjuang mencari nafkah.

Mata pencaharian yang dipilih olehnya adalah penjahit. Dalam sehari, bila dirata-ratakan penghasilannya Rp 50.000.

Jumlah penghasilan ini tidaklah cukup untuk dirinya dan anak-anaknya. Meski demikian, ia selalu berjuang, hingga ia bisa menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan yang lebih tinggi.

Baca juga: Stopan Kircon Bandung Dijuluki Lampu Merah Terlama di Indonesia, Dishub Bongkar Penyebabnya

Kini kedua anaknya berkuliah di universitas swasta ternama.

Anak tertuanya kuliah dengan bantuan pemerintah, satunya lagi baru masuk kuliah dan sedang mengusahakan bantuan yang sama.

Rohmah mengaku, kemudahan yang ia dan anak-anaknya dapatkan tidak lepas dari peran keluarga dan lingkungannya yang banyak membantu.

Ia merasa kemudahan ini ia dapatkan karena kebaikan suaminya dulu.

“Suami saya semasa hidup sangat baik, ia seringkali membantu orang-orang, dikenal atau tidak. Seringkali saya berbicara pada anak-anak bahwa kemudahan yang didapat saat ini tidak lain atas kebaikan ayahnya,” kenang Rohmah.

Salah satu kebaikan itu datang dari Rumah Amal Salman. Setiap bulan, ia mendapatkan bantuan beras melalui program ATM Beras.

Selain Rohmah, Empong Sutrisno (60) juga mendapatkan bantuan beras gratis.

Empong merupakan penjual kopi di gerobak. Setiap hari, selepas shalat subuh biasanya ia langsung pergi mendorong gerobak berjalan kaki dan pulang membawa uang Rp 30.000.

“Sudah 5 tahun saya berjualan kopi. Alhamdulillah uang yang didapat dicukup-cukupkan saja. Kalau hari itu tidak menghasilkan uang, anggap saja seharian berkeliling diniatkan sebagai olahraga,” kata Empong.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com