Asep menuturkan, dari 20 blok yang ada di Perkebunan Teh Margawindu, Blok Cisoka menjadi yang paling terkenal.
Karena, Blok Cisoka yang mulanya hanya hamparan kebun saja, sejak dikelola PT Cakra menjadi bedeng para buruh pemetik teh yang berasal dari berbagai daerah di luar Sumedang.
"Dulunya Cisoka itu bedeng buruh perusahaan, dihuni oleh puluhan kepala keluarga. Lahan hunian ini pun sampai sekarang masih ada dan diwariskan secara turun temurun, hingga akhirnya, sekarang, warga Cisoka ini menjadi orang Sumedang, dengan KTP Sumedang," ujar Asep.
Baca juga: Jerit Buruh Perkebunan Sawit Bengkulu, Bekerja Tanpa Kontrak Puluhan Tahun
Asep mengatakan, meski masih jauh dari kata sejahtera, namun ratusan petani penggarap lahan di Perkebunan Teh Margawindu berharap pemerintah lebih peka terhadap nasib petani.
"Kendala kami saat ini pupuk mahal, ada pupuk murah tapi ribet dan terbatas juga, tidak mencukupi kebutuhan untuk lahan garapan. Selain itu, peralatan yang kami gunakan juga masih seadanya, kami belum punya peralatan canggih seperti di perkebunan teh lainnya," ujar Asep.
Selain itu, kata Asep, sebagai petani ia juga berharap, ke depan ada pabrik pengolahan yang dikelola oleh para petani secara langsung.
"Hasil panen kami, dalam sehari bisa menghasilkan daun teh mencapai 3 ton dari 200 hektare lahan yang kami garap. Itu masih sedikit karena, keterbatasan pupuk dan peralatan yang kami gunakan," sebut Asep.
Di tempat yang sama, Ida Suparman (64), salah seorang tokoh masyarakat Cisoka mengatakan, meneruskan menggarap lahan di Perkebunan Teh Margawindu dari keluarganya.
"Asli dari Pangalengan (Bandung), garap lahan di Cisoka ini sejak tahun 1997. Saya mulai menetap di sini sejak saat itu sampai sekarang dan sudah menjadi warga Sumedang," ujar Ida kepada Kompas.com di Blok Cisoka, Rabu (26/7/2023).
Baca juga: Jerit Buruh Perkebunan Sawit Bengkulu, Bekerja Tanpa Kontrak Puluhan Tahun
Sebagai petani penggarap lahan perkebunan teh di Margawindu, baik Ilah, Henhen, Ido, Asep, maupun Ida berharap, pemerintah lebih memerhatikan nasib mereka yang telah turun temurun menjadi petani penggarap lahan tersebut.
"Sekarang ini, kami agak waswas dengan status lahan di Margawindu ini. Karena statusnya lahan negara itu, kami khawatir lahan ini kembali dikelola oleh perusahaan atau investor luar," ujar Ida.
Namun, di sisi lain, para petani juga bersyukur karena Presiden Joko Widodo memiliki program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
"Jadi harapan kami itu, lahan garapan kami ini bisa masuk program TORA yang didengung-dengungkan oleh Pak Presiden buat para petani. Soal ini, sudah sejak lama kami mengajukannya kepada pihak Kementerian, dan Alhamdulillah, beberapa waktu yang lalu, ada dari Kementerian yang telah melakukan survei ke sini. Harapan kami, ini bisa terealisasi sehingga kami jadi tenang karena lahan ini sudah memiliki kepastian hukum (legalitas) dari negara," kata Ida dan petani lainnya kepada Kompas.com di Blok Cisoka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.