Sedangkan, Kaka pertamanya hanya berprofesi sebagai pembuat kandang dan menjual pakan burung. Kakak keduanya, hanya berprofesi sebagai tukang ojek.
Belum lagi keadaan Covid-19 yang membuat roda perekonomian masyarakat di bawah semakin tercekik membuat situasi di rumah tak lagi nyaman dan hanya uang yang membuat kondisi di rumah semakin harmonis.
"Kalau dibilang ya serba butuh, Bapak sudah enggak ada, Ibu di rumah enggak kerja atau usaha, jadi kita bertiga yang cari duit sekarang. Saya dulu juga sekolah cari duit tambahan di luar," bebernya.
Baca juga: Buah Perjuangan Nakes di Wilayah Perbatasan: Kini Ibu Hamil Mau Melahirkan di Puskesmas
Latar belakang hidup yang tidak berjarak dengan garis kemiskinan menyebabkan Akun harus berpikir ekstra untuk mencari biaya tambahan, untuk bekal sekolah.
Lantaran merasa besar di kelompok motornya. Akun memanfaatkan jaringan untuk sekedar mendapatkan rupiah, kala itu ia mengaku sempat menjadi juru parkir.
"Parkir di mini market pernah, terbilang sering. Tapi paling seringnya saya malakin anak sekolah lain, karena itu tadi merasa punya beking kelompok saya, saya manfaatin itu," tuturnya.
Sesuatu yang dianggapnya menyenangkan serta menjadi solusi kala itu, justru membuatnya harus berurusan dengan hukum.
Akun terlibat dalam kasus pembegalan dengan kekerasan yang menyebabkan ia harus mendekap di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandung selama 3 tahun 6 bulan.
"Dulu juga melakukan itu karena terpaksa, butuh uang buat yang di rumah. Tapi enggak tahu harus gimana, akhirnya itu kriminal jatuhnya," terang dia.
Akun tak berkenan menceritakan bagaimana kehidupan selama tiga tahun menjalani masa kurungan.
Baca juga: Cerita Balita yang Dilarikan ke RS Setelah 6 Hari Menghirup Asap dari TPA Sarimukti
Ia hanya menyebut, tiga tahun membuat dirinya trauma dan tak mau lagi berurusan dengan hukum.
Ditanya terkait fasilitas pendidikan dan konseling, Akun mengatakan mengikuti pendidikan Paket C (setara SMA).
"Lucunya, selama tiga tahun saya ya katakanlah lulusan di dalem (istilah lain penyebutan penjara), enggak mau lagi, cukup," katanya.
Usai menjalani masa tahanan, Akun mengaku tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya yakin, situasi dan kondisi di lingkungannya akan seperti semula. Sama seperti dulu.
Ia hanya memupuk mental agar bisa bersikap biasa saja tanpa memikirkan kembali apa yang telah dijalaninya. Pun dengan pikiran orang-orang, ia berharap tak ada perubahan sedikit pun.
"Atoh atuh, kabayang geus lila (Senang sekali, hal yang sudah dibayangkan sejak lama) tapi, ternyata enggak mudah juga, berubah semuanya," kata dia.