Namun, harapannya selama di dalam tahanan tak seperti yang ia jalani selepas keluar.
Masyarakat seolah memandangnya sebelah mata, bahkan ada pula yang menutup mata atas kepulangannya.
Lingkungan yang diidamkannya itu, kini tak menerimanya dia sepenuhnya.
Sebutan "residivis", pembuat onar, atau mantan kriminal seolah menjadi papan nama yang menggantung di lehernya.
"Enggak bisa ngapa-ngapain, kalau sudah kaya gini," bebernya.
Baca juga: Penyebab Api Sulit Padam di TPA Sarimukti karena Besarnya Gas Metan
Padahal, kata dia, ia sudah berjanji ingin berubah dan tak berniat untuk menjenguk masa lalunya.
Tapi pagar stigma dan gerbang diskriminasi menjadi tembok besar yang menghalangi niatnya.
Akun mengungkapkan, selama satu tahun banyak perubahan besar yang dirasakannya, terutama perlakuan masyarakat kepada dia.
"Kalau soal dibedakan (diskriminasi) sama masyarakat mah, saya enggak diajak jadi panitia Agustusan, enggak diajak kalau ada pengajian atau kegiatan di RT atau RW, intinya kepanitian di kegiatan besar di masyarakat enggak pernah lagi dilibatkan, jauh waktu SMP dulu, saya pasti dilibatkan dan diminta tenaganya, karena Bapak udah meninggal dan kakak semua kerja," ujarnya.
Tak hanya itu, bahkan ada beberapa pengurus desa, kata dia, yang sempat memberhentikan bantuan sosial dari Pemerintah Kabupaten Bandung (Pemkab) untuk ibunya.
"Pernah tuh, waktu itu bantuan untuk ibu saya enggak cair, hanya karena saya mantan residivis, kan enggak adil. Harusnya ke saya saja, jangan ke ibu saya," kata dia sambil menahan air mata.
Baca juga: Keluarga Bisa Lakukan Ini demi Cegah Anak Jadi Pelaku Kekerasan
Tidak berhenti di situ, teman-teman sejawatnya di lingkungan rumah hingga sekolah SMP dulu terkesan membangun jarak dengannya.
Kondisi itu seperti pil pahit yang mesti ditelannya usai trauma masa tahanan.
Harapannya untuk kembali mengabdikan diri di lingkungan masyarakat harus terkikis pelan-pelan.
"Tadinya mikir bisa diterima dengan mudah, tahunya enggak gampang juga," kata Akun.
Saat ini, Akun kembali menjadi juru parkir di salah satu mini market yang jauh dari tempat tinggalnya.
Ia mengatakan, tawaran bekerja menjadi juru parkir datang dari temannya satu sel dulu.
Paruh waktu, ia bekerja sebagai seorang tukang sablon, itu pun tawaran dari rekam sesama rekan satu kamar dulu.
"Sekarang kembali lagi jadi tukang parkir dari temen di dalem, dari pagi sampai siang, lanjut nyablon sama dari teman di dalam juga. Kalau temen SMP atau lingkungan rumah mah enggak ada, sempat sih ada tawaran tapi ya kayanya cuma basa-basi saja," kata dia.