KOMPAS.com - Institut Teknologi Bandung (ITB) menjelaskan alasan pihaknya menerapkan skema pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggunakan pinjaman online (Pinjol).
Penjelasan tersebut dilontarkan pihak ITB saat menerima lima orang perwakilan mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa, pada Senin (29/1/2024).
Kepala Biro Humas dan Komunikasi ITB, Naomi Haswanto mengatakan, pihaknya hanya memberikan opsi sebanyak-banyaknya untuk pembayaran UKT.
"Kami harus memberikan opsi-opsi seluas-luasnya dalam tata cara pembayaran UKT dan akan memproses FRS (formulir rencana studi) dalam jadwal waktu yang disusun Direktorat Pendidikan," kata Naomi, dikutip dari TribunJabar.id.
Dia meminta kepada para mahasiswa agar mengedepankan prasangka baik karena pihak ITB pasti tidak akan merugikan mahasiswanya.
Baca juga: 6 Kali Berturut-turut Raih Predikat Kota Layak Anak Utama, Solo Targetkan Paripurna 2025
Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda turut angkat bicara soal ITB yang menggandeng layanan Pinjol untuk pembayaran UKT.
“Kami menilai skema cicilan UKT dengan Pinjol ini merupakan short cut yang merugikan mahasiswa," ujar Syaiful, Selasa (30/1/2024).
"Bagi mahasiswa yang benar tidak mampu mereka terpaksa mengambil opsi ini, bagi mahasiswa nakal, opsi ini bisa disalahgunakan untuk kepentingan lain," sambungnya.
Menurutnya, sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH), ITB memang berhak bekerja sama dengan pihak ketiga untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan.
Akan tetapi, kerja sama tersebut tidak boleh berpotensi merugikan atau membebani mahasiswanya.
Baca juga: Pj Gubernur Kalbar Minta Masyarakat Pilih Presiden yang Pro IKN
“Bekerja sama dengan Pinjol meski tidak ada jaminan atau pun DP tetapi pasti ada bunga. Kami mendengar, jika dana pinjaman senilai Rp 12,5 juta dengan tenor selama 12 bulan, harus dicicil mahasiswa Rp 1.291.667 per bulan atau total Rp15.5000.000 setahun,” jelasnya.
Selain itu, dia melanjutkan, ITB juga dapat menentukan secara mandiri besaran UKT bagi mahasiswa, namun tetap berlandas pada Pasal 65 ayat 4 UU Nomor 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, yakni penyelenggaraan fungsi pendidikan di PTNBH harus tetap terjangkau masyarakat.
“Saat ini sebagian PTNBH masih mengandalkan biaya pendidikan dari mahasiswa sebagai sumber utama pendanaan," ucap Syaiful.
"Padahal mereka telah diberikan otoritas yang relatif luas menggali sumber pendanaan di luar APBN,” lanjutnya.
Syaiful menyampaikan, sebagian besar mahasiswa merasa bahwa biaya kuliah di PTN saat ini terbilang mahal, sehingga mental mereka pun tertekan.
Baca juga: Lelang Proyek Sitinjau Lauik Dimulai Semester 1 Tahun Ini