Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Tawaran ITB untuk Mahasiswa Bayar Kuliah Pakai Pinjol, Bunga Capai 20 Persen

Kompas.com, 30 Januari 2024, 06:00 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) menyediakan skema pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) berupa cicilan plus bunga melalui platform pinjaman online (pinjol) Danacita, disebut pengamat pendidikan merupakan bentuk "pemerasan".

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPR) Ubaid Matraji, skema ini berpotensi menjerat mahasiswa dalam lilitan utang yang ketika gagal bayar dapat berujung pada praktik intimidasi.

"Orang yang jelas-jelas tidak mampu itu punya hak dibantu, tapi ini tidak. Dibikin celah pinjol supaya mereka secara sistemik terbelit utang dan tidak bisa bayar, apalagi ada intimidasi. Itu seni pemerasan,” kata Ubaid kepada wartawan BBC News Indonesia, Jumat (26/01).

Baca juga: Mahasiswa ITB Demo di Gedung Rektorat, Protes Kebijakan Bayar Uang Kuliah Pakai Pinjol

Senada dengan itu, seorang mahasiswa ITB yang tidak mau disebutkan namanya mengaku kini terancam tidak bisa menuntaskan studinya. "Nggak bisa bayar, ya nggak bisa kuliah," katanya.

Kerja sama ITB dan Danacita menjadi perbincangan di media sosial setelah akun @ITBfess mengunggah cuitan kritik atas skema pinjol itu di aplikasi X, dulu bernama Twitter.

Akun itu mengkritik skema pinjol dalam dunia pendidikan karena memiliki bunga yang disebut besar. Kebijakan UKT ITB juga disebut ‘mencekik’ mahasiwa.

Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB, Naomi Haswanto, menolak tudingan yang diungkapkan oleh Ubaid Matraji.

“Apakah Pak Ubaid sudah membaca atau membuka platform Danacita? Di sana ada PTN dan PTS lain yang bekerja sama dengan lembaga tersebut,” katanya.

Selain itu, Naomi menambahkan, sistem tersebut menguntungkan mahasiwa karena mendapat kemudahan dalam membayar uang kuliah sesuai dengan kemampuan.

Baca juga: Mahasiswa ITB Tolak Bayar Kuliah dengan Skema Pinjol

"Nggak bisa bayar, ya nggak bisa kuliah"

Sejumlah mahasiswa ITB berunjuk rasa di gedung Rektorat di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/1/2024) tolak bayar uang kuliah pakai pinjol.Istimewa Sejumlah mahasiswa ITB berunjuk rasa di gedung Rektorat di Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (29/1/2024) tolak bayar uang kuliah pakai pinjol.
Budi – bukan nama sebenarnya – adalah salah satu mahasiswa semester akhir di ITB yang memiliki tunggakan UKT. Tak tanggung-tanggung, nilainya mencapai puluhan juta rupiah.

Kini dia terancam tak bisa menuntaskan studinya.

"Sekarang saya lagi menunggu keputusan pihak kampus untuk mendapat kepastian apakah bisa lanjut..." paparnya kepada BBC News Indonesia, Jumat (26/12).

Mahasiswa ITB ini bercerita keputusan masuk ke universitas tersebut "agak nekat" lantaran kondisi finansial keluarganya tidak terlalu mapan.

Kedua orang tuanya membuka usaha sendiri sehingga tak memiliki penghasilan tetap. Ketika pandemi Covid-19 melanda, usaha keluarganya goyah dan dampaknya masih terasa sampai sekarang.

Baca juga: Kejadian di ITB, Kemendikbud: PTN Jangan Persulit Biaya UKT Mahasiswa

Tapi yang membuat Budi berkeras ingin masuk ITB karena ada komitmen tak tertulis yang digaungkan kampus bahwa "ITB tidak akan pernah mengeluarkan mahasiswanya karena masalah ekonomi".

Untuk diketahui, Uang Kuliah Tunggal (UKT) per semesternya mencapai belasan juta rupiah.

Semula, dia sanggup membayar UKT secara teratur. Namun pembayaran mulai tersendat di semester tengah. Ia pun terpaksa mengajukan penangguhan biaya perkuliahan dan disetujui pihak kampus.

Sebelum mengajukan penangguhan itu, dia sempat minta keringanan biaya kuliah. Hanya saja, setiap kali mendaftar, gagal.

"Hampir setiap semester saya mengajukan keringanan lewat sistem, tapi enggak bisa di-submit. Cuma bisa unggah dokumen saja."

"Padahal saya sudah berikan semua surat-surat yang dibutuhkan, karena kondisi saya memang pantas mendapatkan keringanan, apalagi kena goncangan ekonomi post-covid."

Baca juga: Daftar 86 Perguruan Tinggi Mitra Danacita, Tidak Hanya ITB

Budi mengaku cukup beruntung karena pada masa itu, meskipun diberikan penangguhan, tapi tetap bisa mengikuti perkuliahan.

Situasinya berubah ketika ada peraturan baru yang menyebut bahwa mahasiswa harus membayar dulu UKT setidaknya 40% untuk bisa mengikuti kelas.

"Kalau nggak bisa bayar, ya nggak bisa kuliah. Orang tua saya jadi harus pinjam sana-sini untuk bayar."

Dengan besaran tunggakan UKT yang mencapai puluhan juta rupiah, Budi mengaku bingung lantaran terancam tak bisa menyelesaikan studinya.

Di saat itulah pihak kampus menyarankannya mengajukan pinjaman online lewat platform Danacita.

Ia pun tak punya pilihan lain. "Meski saya tahu ini bukan langkah yang cerdas, tapi saya tidak punya solusi lain."

Baca juga: Ada Opsi Bayar Kuliah di ITB Pakai Pinjol, OJK: Pilihan Jalan Keluar

"Jadi saya ajukan pinjaman sebesar tunggakan tersebut dengan tenor terpanjang yakni 12 bulan. Saya hitung-hitung, selisih utang dan uang yang harus saya kembalikan sekitar 20%."

Dia menilai skema pinjol tidak etis diberlakukan oleh institusi pendidikan. Apalagi sampai kerja sama dengan platform yang menerapkan bunga yang disebutnya "sangat menjerat dan seperti diperas".

Halaman:


Terkini Lainnya
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Eks Aktivis Beberkan Cara NII Gaet Pelajar Sampai Mahasiswa
Bandung
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Cerita Pemuda Asal Bandung Lepas dari NII, Terpapar Sejak SD, Sadar di Usia Dewasa
Bandung
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Banjir Sapu 13 Rumah di Bandung Barat: Bukit Gundul dan Drainase Proyek Diduga Jadi Pemicu
Bandung
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Pabrik Jamu di Sukabumi Terbakar, Kerugian Ditaksir Rp 500 Juta
Bandung
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
4 Kasus Kejahatan terhadap Anak Terjadi di Tasikmalaya, dari Perkosaan hingga Penyekapan di Hotel
Bandung
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
4 Gadis Pengeroyok Remaja Putri di Tasikmalaya: Putus Sekolah, Tinggal di Kos
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau