TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Tim Advokasi Bela Ulama Tasikmalaya, Jawa Barat, secara resmi melaporkan dugaan kriminalisasi terhadap para ulama di Kabupaten Tasikmalaya oleh Kepolisian Daerah (Polda Jabar) Jawa Barat kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Rabu (16/4/2025).
Laporan dugaan kriminalisasi ulama demi kepentingan salah satu calon pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kabupaten Tasikmalaya ini diterima langsung oleh Komisioner Kompolnas RI Choirul Anam dan Gufron Mabruri.
Koordinator Tim Pembela Ulama Tasikmalaya, Andi Ibnu Hadi, menyampaikan kepada Kompolnas terdapat dugaan kuat upaya kriminalisasi terhadap ulama yang ditengarai sebagai bentuk intimidasi terhadap para pendukung salah satu pasangan calon dalam PSU kepala daerah di Tasikmalaya.
Dugaan ini mencuat dari indikasi ketidakprofesionalan aparat kepolisian dalam menangani pengaduan perkara penyelewengan dana hibah tahun 2023 oleh sejumlah lembaga keagamaan di Kabupaten Tasikmalaya.
"Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa beberapa lembaga keagamaan seperti FKDT, FPP, dan DMI, dilaporkan terkait dugaan penyalahgunaan dana hibah yang diduga dimanfaatkan untuk mendukung kemenangan pasangan calon Ai-Iip dalam PSU tersebut," kata Andi kepada Kompas.com, Rabu (16/4/2025).
Andi menambahkan, setelah mendengarkan uraian laporan dan menerima sejumlah dokumen pendukung, Komisioner Kompolnas menyatakan akan melakukan pendalaman terhadap data yang disampaikan.
Komisioner juga menyoroti beberapa kejanggalan dalam penanganan perkara oleh Polda Jawa Barat, khususnya terkait prosedur penanganan perkara yang menyangkut pemilu kepala daerah, yang seharusnya ditangani oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan bukan hanya oleh kepolisian semata.
"Sebagai tindak lanjut, Kompolnas menyampaikan bahwa dalam waktu dekat akan mengirimkan surat resmi kepada Bareskrim Polri guna meminta evaluasi terhadap penanganan perkara yang dilakukan oleh Direktorat Kriminal Khusus Polda Jabar, khususnya terkait penanganan kasus dana hibah tahun 2023," ungkap Andi.
Dengan langkah ini, Tim Advokasi Bela Ulama Tasikmalaya berharap laporan ini dapat mendorong proses penegakan hukum yang adil dan profesional serta menghindari penggunaan aparat penegak hukum untuk kepentingan politik praktis.
"Ini untuk menegakkan keadilan sebenar-benarnya," ujar dia.
Dikonfirmasi terpisah, Komisioner Kompolnas Gufron Mabruri membenarkan pihaknya menerima laporan dari Tim Advokasi Bela Ulama Tasikmalaya terkait dugaan upaya kriminalisasi 40 ulama.
"Iya, betul," singkat Gufron via WhatsApp, Rabu (16/4/2025).
Pelaporan ke Kompolnas ini merupakan buntut pemanggilan polisi kepada puluhan ulama Tasikmalaya, Jawa Barat, tentang penggunaan dana hibah yang ditangani Polda Jabar berlokasi di Polres Tasikmalaya Kota semakin terus bergulir.
Meskipun telah dihentikan pemanggilannya dengan informasi secara lisan oleh Polda Jabar, para ulama lewat para kuasa hukumnya akan melaporkan dugaan tindak pidana fitnah dan penistaan terhadap pelapor.
Soalnya, kuasa hukum para ulama telah mendapatkan bukti dan saksi bahwa pemanggilan 20 ulama dari 40 surat yang dilayangkan polisi berawal dari laporan surat inisial AM, ke Dirjen Otonomi Daerah, Kemendagri RI tertanggal 11 Maret 2025.
Adapun AM merupakan pendukung utama salah satu calon dalam PSU Kabupaten Tasikmalaya yang saat Pilkada serentak 2024 mengalami kekalahan telak.
Sehingga muncul surat panggilan polisi terkait dana hibah itu ditujukan ke lembaga keagamaan resmi seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), dan lembaga keagamaan lainnya.
"Akan melaporkan pasca PSU, kalau riil tanggal berapanya kita belum, tetapi ini akan kita lakukan pasca PSU. Laporannya nanti terkait dugaan penistaan oleh saudara inisial AM, melalui surat yang dikirimkan AM ke Dirjen Otda Kemendagri, kami menganggap bahwa isi surat itu adalah fitnah," jelas Andi kepada wartawan di Markas Polres Tasikmalaya, Selasa (15/4/2025).
Andi menambahkan, dengan adanya surat aduan oleh AM ke Dirjen Otda Kemendagri, membuat para ulama merasa telah dinistakan dan difitnah sehingga muncul panggilan polisi.
Padahal, pemberian hibah dari Pemkab Tasikmalaya itu sudah 8 tahun berjalan dan rutin untuk pendukung keagamaan, dan belum pernah ada panggilan polisi karena dipakai sesuai peruntukannya.
Baru saat menjelang PSU Kabupaten Tasikmalaya, sebanyak 40 ulama dipanggil kepolisian meski dasar hukum dan buktinya tidak jelas sampai saat ini.
"Yang terjadi hari ini, para pemberi kuasa sudah merasa difitnah, sudah merasa dinistakan. Menurut kami, itu perbuatan pidana sudah terjadi dan hal ini tentunya perlu kami sikapi," tambah Andi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang