Editor
Sebelumnya, beberapa pos anggaran, termasuk anggaran untuk gubernur dan sejumlah dinas, juga telah dipangkas untuk dialihkan ke kebutuhan vital masyarakat Jabar.
"Anggaran untuk gubernur dipangkas, demikian juga dinas-dinas. Itu dilakukan agar ada alokasi untuk kebutuhan mendasar masyarakat, seperti jalan, rumah, listrik, dan penanganan bencana hingga bantu korban penggusuran," jelasnya.
Dedi mengatakan, pihaknya sangat membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Jawa Barat.
Seharusnya hal itu dipahami oleh semua pihak. Dalam kesempatan wawancara itu, Dedi mempertanyakan kritik dan reaksi keras dari sejumlah anggota DPRD terkait penundaan dana hibah. Padahal pihaknya sama sekali tidak mengganggu anggaran wakil rakyat itu.
"Yang mestinya marah itu kepala dinas karena dana mereka dipotong, sementara anggaran DPRD tidak kami ganggu," katanya.
Utamakan prinsip kehati-hatian Dedi juga menyampaikan bahwa penundaan bantuan hibah, termasuk untuk pondok pesantren, dilakukan atas dasar prinsip kehati-hatian.
"Saya perlu evaluasi kebijakan hibah sebelumnya. Banyak data yang tidak valid dan tidak rasional. Ada yayasan baru yang tidak jelas dapat hibah. Lalu sebaran dana hibah menumpuk di wilayah tertentu seperti Tasik dan Garut. Itu tidak memenuhi rasa keadilan," ungkapnya.
"Saya tidak mau jadi gubernur konyol, menandatangani SK hibah yang saya sendiri tidak yakin kebenarannya. Dana hibah itu ditunda, bukan dihapus. Saya butuh waktu untuk verifikasi agar benar-benar tepat sasaran," tegasnya.
Baca juga: Tunda Hibah Pesantren, Dedi Mulyadi: Tak Apa-apa Dicaci DPRD, yang Penting Rakyat Jabar Bahagia
Dedi juga menyoroti potensi penyalahgunaan dana hibah di masa lalu. Ia yakin jika ada audit, banyak dana hibah yang bermasalah dalam empat tahun ke belakang.
"Kalau mau diaudit empat tahun ke belakang, saya yakin banyak yang bermasalah. Oleh karena itu, jangan sampai saya ikut terseret karena menandatangani SK hibah untuk yayasan yang tidak berhak. Saya tidak mau tersandera seperti kepala daerah lain," katanya.
Dedi menyatakan siap membuka data hibah sebelumnya jika terpaksa.
"Saya itu pantang buka-bukaan karena sebagai birokrat tidak etis, kecuali terpaksa," tandas Dedi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman saat ditemui di Gedung DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (22/4/2025)."Pengembangan pesantren dan pembangunan sarana prasarana keagamaan ada dalam kamus SIPD dan RPJMD," kata Herman dalam keterangan tertulis, Minggu (27/4/2025).
Ia memastikan, untuk mendukung program tersebut, Pemprov Jabar telah memasukkannya ke dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD) APBD 2026 dan rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
Baca juga: Dukung SDM Unggul, Pemprov Jabar Bakal Suntik Dana untuk Pesantren
Herman menjelaskan, dalam satuan kerja perangkat daerah (SKPD) disebutkan bahwa nomenklatur program meliputi pengembangan dan perbaikan ruang kelas baru.
Selain itu, program ini juga mencakup pengembangan kegiatan pesantren, operasional organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, pembangunan dan rehabilitasi masjid serta musala, hingga perbaikan madrasah aliyah negeri maupun swasta.
"Tempo hari Pak Gubernur dan Pimpinan DPRD sudah menandatangani nota kesepakatan rancangan awal RPJMD 2025-2029. Di dalamnya dengan tegas mencantumkan kebijakan terkait pengembangan pesantren dan pembangunan keagamaan," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang