"Jadi kita tahu sekitar jam 3 atau setengah 4 sore, kemudian kita cari. Kemungkinan memang ke selokan, soalnya barang-barang Abah, termasuk singkong yang dibekal itu ada di ujung selokan," kata Dayat, menunjuk ke arah selokan yang kini dipenuhi lumpur.
Singkong bekal yang tergeletak di sana seolah menjadi saksi bisu akan keberadaan terakhir Endang.
Baca juga: Tebing Setinggi 50 Meter di Gemulung Tonggoh Cirebon Longsor, Sejumlah Rumah Rusak
Barang-barang itu menjadi titik harapan sekaligus kepiluan, bahwa Endang memang ada di sana, sebelum arus deras menyeretnya pergi.
Pencarian pun dimulai.
Keluarga dan warga segera bergerak, menyusuri setiap celah, mengangkat bebatuan, dan menyibak reruntuhan, berharap menemukan petunjuk.
Mereka dibalut kecemasan.
Setiap menit berlalu, harapan seolah bersaing dengan keputusasaan yang perlahan merayapi.
Namun, tekad untuk menemukan Endang tidak padam.
Sementara pencarian tanpa henti terus dilakukan, Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, turut mendatangi keluarga korban untuk menyampaikan dukanya.
Kehadirannya bukan sekadar simbol, melainkan sebuah pernyataan bahwa pemerintah daerah hadir di tengah kesulitan warganya.
Ia memahami betul bagaimana alam bisa begitu mendadak dan mematikan, meninggalkan luka dan duka yang mendalam.
"Tadi sudah dicek juga, ternyata memang longsornya dari tebing yang sangat miring. Kita terus upayakan pencarian, tapi petugas diingatkan supaya menjaga keselamatan juga karena cuaca ekstrem masih terus terjadi," ujar Jeje.
Kondisi medan yang sulit menjadi kendala utama.
Lumpur yang sangat dalam, sisa-sisa material longsor, serta potensi longsor susulan akibat cuaca ekstrem, menjadikan proses pencarian layaknya perjuangan melawan waktu dan elemen alam.
Setiap langkah tim gabungan dari BPBD Bandung Barat, Basarnas, TNI/Polri, serta relawan adalah sebuah tantangan.