Editor
KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memfasilitasi penyelesaian kasus pencurian motor milik mahasiswi Unpad yang melibatkan Usep Rohimat, warga Garut, yang ditetapkan sebagai penadah kendaraan bermotor.
Dalam proses hukum yang berlangsung di Kejaksaan Negeri Sumedang, Dedi mendorong pendekatan Restorative Justice (RJ) dengan mengedepankan perdamaian antara korban dan pelaku.
Kasus ini bermula saat Yusra (19), mahasiswi Universitas Padjadjaran asal Cibinong, Bogor, kehilangan sepeda motornya di kos-kosan kawasan Jatinangor pada 17 April 2025 sekitar pukul 03.00 dini hari. Motor jenis Beat karburator miliknya raib saat diparkir di halaman kos.
"Waktu itu saya belum lapor karena bingung dan sendiri. Warga minta saya minta bantuan ke ibu kos. Baru tanggal 20 April saya buat laporan ke Polsek Jatinangor. Tapi ternyata sebelum saya lapor, pelaku pencurian sudah tertangkap lebih dulu," ujar Yusra saat bertemu Dedi Mulyadi di Lembur Pakuan Subang, Kamis (26/6/2025) malam, yang ditayangkan dalam akun YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel.
Baca juga: Undang Dedi Mulyadi ke Festival Tabut, Gubernur Bengkulu: Jangan Lupa Hadir Ya Bapa Aing
Setelah dicocokkan dengan dokumen dan ciri-ciri, motor tersebut ternyata telah dijual oleh pelaku pencurian, Taufik, kepada Usep Rohimat.
Menurut Yusra, ia sudah bertemu langsung dengan Usep di Kejaksaan. Ia mengaku merasa iba karena Usep adalah kepala keluarga dengan tiga anak kecil dan membeli motor tersebut tanpa menyadari bahwa itu barang curian.
"Saya pribadi tidak tega. Apalagi setelah tahu kondisi Pak Usep yang hanya ingin punya motor untuk kerja dan tidak tahu asal-usul motornya," kata Yusra yang didampingi ibunya.
Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dalam pemahaman umum, penadah adalah orang yang secara sadar menampung atau membeli barang hasil kejahatan. Namun dalam kasus Usep Rohimat, ada sisi kemanusiaan yang perlu dipertimbangkan.
"Usep beli motor murah tanpa surat karena memang ingin punya kendaraan untuk kerja. Tapi ketidaktahuan bukan berarti membenarkan. Makanya saya tanya langsung ke Teteh Yusra, apakah bersedia memaafkan?" kata Dedi.
Yusra pun menjawab mantap.
"Saya ikhlas memaafkan, Pak. Saya berharap ini bisa jadi pelajaran buat Pak Usep, dan semoga beliau ke depan lebih hati-hati."
Dedi Mulyadi menyebut bahwa dengan memaafkan, Yusra telah menyelamatkan masa depan satu keluarga kecil.
"Kalau Usep diproses dan divonis dua tahun, berarti seorang ibu dan tiga anak kecil kehilangan tumpuan. Tapi dengan Restorative Justice dan niat baik Teteh Yusra, semuanya bisa selesai lebih adil dan manusiawi."
Tak hanya itu, Dedi juga menghadiahi Yusra sebuah motor baru, jenis Honda Scoopy lengkap dengan STNK dan BPKB, sebagai bentuk apresiasi atas keikhlasan dan empatinya.
“Setiap peristiwa ada hikmahnya. Usep membeli motor untuk menafkahi keluarga. Yusra kehilangan motor, tapi karena ikhlas, sekarang dapat rezeki baru. Ini keadilan yang berpihak pada nurani,” tuturnya.
Yusra dan ibunya pun menangis haru menerima motor baru tersebut.
Di sisi lain, pelaku pencurian, Taufik, disebut Dedi sebagai residivis dan tidak akan mendapatkan perlakuan serupa karena telah berulang kali melakukan tindakan kriminal.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berusaha meminta penjelasan terkait tayangan viral di TikTok yang memperlihatkan seorang perempuan asal Garut, Yanti, mengeluhkan adiknya, Usep Rohimat, ditahan oleh Polres Sumedang karena membeli sepeda motor tanpa surat-surat resmi.
Dalam video tersebut, Yanti menyebut ada permintaan uang sebesar Rp 20 juta agar adiknya bisa dibebaskan.
Menurut Dedi, informasi itu perlu diluruskan karena menyangkut institusi hukum dan berpotensi menimbulkan kesalahpahaman publik.
"Tadi pagi saya lihat ada tayangan di TikTok. Ngakunya orang Garut, teriak-teriak katanya saudaranya ditahan di Polres Sumedang karena jadi penadah motor curian. Terus katanya harus ditebus Rp 20 juta. Tapi ternyata yang meminta tebusan itu tidak jelas," ujar Dedi Mulyadi, dalam pertemuan klarifikasi di Lembur Pakuan, Subang, yang ditayangkan dalam akun YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel.
Dalam pertemuan itu, Yanti menjelaskan bahwa adiknya, Usep, bekerja di konveksi di Bandung dan membeli motor murah tanpa surat-surat resmi. Ia pun mengakui tidak mengetahui siapa penjual motor tersebut.
“Saya kakaknya, domisili di Desa Kertaraharja, Kecamatan Panumbangan. Adik saya beli motor tanpa STNK karena harganya murah. Orang yang mengantar motornya pun saya tidak tahu namanya,” kata Yanti.
Dedi menasihati bahwa membeli kendaraan tanpa surat-surat resmi sangat berisiko secara hukum.
Menurutnya, kendaraan seperti itu kemungkinan besar berasal dari dua hal: surat-surat hangus dan tidak diurus, atau hasil kejahatan.
Tiga minggu setelah pembelian, polisi menangkap pelaku pencurian kendaraan bermotor yang mengaku telah menjual motor curian itu kepada Usep. Berdasarkan alat bukti dan pengakuan, Usep pun dikenai pasal sebagai penadah.
"Secara hukum polisi benar. Fakta hukum menyatakan Usep membeli motor hasil curian. Maka ia disangkakan sebagai penadah. Itu sah secara hukum,” ujar Dedi.
Yanti sempat mengatakan bahwa orangtuanya didatangi seseorang yang mengaku bisa mengurus pembebasan Usep asal membayar Rp 20 juta. Namun, saat ditanya lebih lanjut, ia tidak mengetahui siapa orang tersebut.
"Katanya bapak saya didatangi. Tapi tidak tahu siapa yang minta uang itu," ungkap Yanti.
Menanggapi itu, Dedi menegaskan bahwa sebagai pejabat publik, ia harus melindungi warga dari penyebaran informasi tidak jelas yang bisa dikategorikan sebagai hoaks.
“Maaf, saya harus luruskan karena ucapan Teteh sudah viral. Bisa-bisa masuk ke ranah UU ITE kalau tidak ada buktinya,” tegasnya.
Meski begitu, Dedi tetap menunjukkan empatinya. Ia memberikan bantuan sebesar Rp 10 juta untuk anak dan istri Usep. Ia juga berjanji akan membantu Usep melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) di kejaksaan, karena nilai kendaraan hanya sekitar Rp 2 juta.
"Restorative Justice adalah sistem yang dibuat Jaksa Agung untuk membantu warga kecil. Kalau nilainya di bawah Rp 10 juta dan ada alasan kebutuhan, bisa diajukan Restorativ Justice. Saya akan bantu dengan pengacara dari Jabar Istimewa,” jelasnya.
Baca juga: Dedi Mulyadi Borong 2 Ton Melon Budidaya Cirebon Rp 30 Juta, Dibagikan ke Warga
Dalam kesempatan itu, Dedi juga memberi nasihat agar sikap dalam meminta bantuan sebaiknya menunjukkan ketulusan dan kerendahan hati, bukan kemarahan atau rasa paling benar.
“Kesombongan itu bukan cuma milik orang besar. Orang kecil juga bisa sombong. Kalau mau dibantu, harus dari hati. Jangan merasa paling pintar atau paling berani,” ujar Dedi.
Yanti kemudian menyampaikan permintaan maaf atas sikapnya.
“Saya minta maaf, Pak, atas sikap saya yang seperti itu,” ucapnya.
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dirinya memiliki hati untuk membantu, namun warga juga harus menunjukkan sikap yang menimbulkan empatik agar bantuan bisa diberikan dengan sepenuh hati.
"Saya punya hati, dan Teteh juga harus punya hati. Kalau dibantu, ya ucapkan terima kasih. Itu yang seharusnya."
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang