Air dari kawasan Setraduta, Aruman, Sariwangi, dan Babakan Loa seolah menjadikan Graha Indah sebagai muara paksa.
"Air dari kawasan atas ke sini. Sungainya udah lumayan besar, tapi pas nyampe sini, gorong-gorongnya nggak bisa menampung. Jadi airnya balik," jelas Dede.
Kekhawatiran warga semakin mendalam, dan mereka hanya bisa berharap agar ada perhatian dari pemerintah.
"Instansi pemerintah khususnya Kota Bandung, lihatlah ke warga Kompleks Graha Indah, banjir seperti ini. Udah tahunan, tolong diperhatikan, kasihan," tutup Dede.
Setiap kali banjir melanda, yang tergenang bukan hanya jalan dan rumah, tetapi juga kepercayaan warga terhadap pemerintah yang diharapkan dapat melindungi mereka.
Namun, di tengah keluhan yang terus mengalir seperti lumpur yang tak pernah kering, secercah upaya mulai dibuka oleh Pemerintah Kota Cimahi.
Mereka berjanji akan melakukan normalisasi aliran Sungai Cimindi—sungai yang selama ini menanggung beban air dari hulu dan beban abai dari kebijakan yang lambat.
“Kami akan melakukan normalisasi berupa pengerukan material sedimen sepanjang sungai. Semoga bisa mengurangi limpasan air ke jalan,” ucap Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia saat ditemui terpisah.
Sungai yang dulunya lebar dan dalam, kini menyempit dan dangkal seperti kerongkongan yang menolak bicara tentang kegagalan perencanaan kota.
Pendangkalan yang terjadi bukan perkara baru. Lumpur dan sedimen mengendap seiring waktu, ditambah kiriman sampah dari kawasan hulu.
Sungai tak lagi mampu menampung amarah langit yang tumpah saat hujan deras, dan jalan raya menjadi korban berikutnya.
Selain pengerukan, pelebaran sungai yang telah lama direncanakan pun kembali disebut-sebut.
Pemkot Cimahi mengklaim telah merampungkan pembebasan lahan, sementara eksekusi fisiknya kini menjadi tugas Badan Besar Wilayah Sungai (BBWS), institusi yang diharapkan tak hanya menggali tanah, tapi juga menggali kepercayaan yang sempat mengering.
Di mata warga, semua rencana ini tak ubahnya janji yang mengambang di permukaan air keruh. Mereka tak butuh pidato panjang, cukup saluran yang mengalir lancar.
Karena bagi mereka, banjir bukan sekadar air yang datang, tapi peringatan bahwa negara masih sering tiba terlambat, bahkan untuk sekadar melihat.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang