Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belasan Tahun Nuridi Jadi Kuli Panggul di Cirebon, Rahasia Kuatnya Satu: Istri Enggak Marah di Rumah

Kompas.com - 16/03/2023, 16:11 WIB
Muhamad Syahrial,
Farid Assifa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - "Pak, ke depan berapa bawa dua karung? "Karung apa, Bu? "Karung itu, kecil-kecil tanggung." "Oh, Rp 50.000, Bu."

Begitulah salah satu percakapan Nuridi (37) dengan ibu-ibu pada suatu hari di Pasar Sandang Tegalgubug, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Sekolah Dasar (SD) menjadi satu-satunya pengalaman Nuridi mengenyam pendidikan formal.

Kemiskinan dan meninggalnya sang ibu mendorongnya untuk meninggalkan bangku sekolah.

Belum lama memasuki usia belasan, Nuridi harus memilih mengikuti saudara sepupunya bekerja sebagai kuli panggul di Pasar Sandang Tegalgubug.

Dengan tubuh mungilnya saat itu, dia memanggul karung berisi sarung, baju, celana, kerudung, atau berbagai produk sandang milik para pedagang dan pembeli di pasar yang diklaim terbesar se-Asia Tenggara itu.

"Saya tuh manggul dari kecil, habis sekolah MI (Madrasah ibtidaiah atau setara SD), orangtua meninggal, ikut kerja sama kakak (sepupu) sampai sekarang. Orangtua kan orang gak punya, jadi begitu orangtua saya meninggal ikut kerja sama kakak saya di pasar," ungkapnya kepada Kompas.com, Senin (13/3/2023).

Tumbuh sebagai kuli panggul tak lantas membuat kebutuhannya tak bertambah, dan tentu semua itu berkaitan dengan uang.

Untuk memperbanyak penghasilan, Nuridi sempat menjadi kuli panggul di dua pasar, yakni Pasar Sandang Tegalgubug, dan Pasar Jatibarang di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Pekerjaan lain datang menggiurkannya: Jual-beli kambing. Sejak saat itu dia memutuskan tak lagi memanggul di Pasar Jatibarang.

"(Jadi kuli panggul) yang (di pasar) Jatibarang enggak jalan, saya sudahi. Lebih menguntungkan di per-kambing-an sih, jual beli kambing," kata Nuridi.

Meski begitu, Nuridi tak pernah meninggalkan Pasar Sandang Tegalgubug. Tiga dari tujuh harinya dihabiskan untuk memanggul di pasar yang buka setiap hari Selasa, Jumat, dan Sabtu.

Pada setiap "hari pasaran", Nuridi mulai mengencangkan otot-ototnya sejak sesudah shalat subuh hingga selepas magrib.

"Kalau kerja manggul di Pasar Sandang (Tegalgubug) masih tetap (dilakoni) dari subuh sampe bakda magrib kalau selesai, cuma biasanya waktu isya ada yang ngajak ngebal atau muat barang," ujar Nuridi.

"Jadi sekarang manggul aja sama jualan kambing ke pasar-pasar kambing, cari-cari kambing di rumah-rumah," jelasnya.

Baca juga: Cerita Nuraini, Mahasiswi yang Rela Jadi Kuli Panggul Semen demi Bantu Orangtua

Pelanggan dan omprengan

Bila diklasifikasi, ada dua pengguna jasa Nuridi di Pasar Sandang Tegalgubug, yaitu pelanggan dan "omprengan".

Pelanggan biasanya adalah para pedagang yang meminta Nuridi mengemas, mengangkut, dan membawa barang dagangannya dari rumah sang pelanggan ke pasar pun sebaliknya.

Agar tetap bisa disebut sebagai pelanggan, Nuridi memprioritaskan kelompok ini dalam kerjanya sebagai kuli panggul.

Sedangkan omprengan dalam kamus Nuridi berarti memanggul dan mengantar barang milik pedagang atau konsumen pasar yang bukan pelanggannya.

"Kalau barang pelanggan sudah dibawa semua, sudah selesai semua, kalau ada yang ngajak lagi ya dibawa, bahasanya ngompreng lah, cari penghasilan tambahannya di omprengan," terangnya.

"Kalau pelanggan dari rumah (ke pasar atau sebaliknya) kan sudah ketahuan (ongkosnya), Rp 100.000, sekian, sekian, sudah ketebak semua, kalau omprengan buat nambah pemasukan," sambungnya.

Nuridi yang kini tinggal di Desa Bojong Kulon, Kecamatan Susukan itu menjelaskan, saat sedang "ngompreng", dia tak perlu lagi menawarkan jasanya kepada para pembeli di pasar.

Pengunjung pasar, menurutnya, telah mengetahui, setidaknya hafal ciri-ciri siapa saja para pemanggul di tiap area Pasar Sandang Tegalgubug.

"Jadi ngajak sendiri, 'ayo mas bawa barang ke depan mau gak?', sudah nawarin sendiri, kita sih tinggal ayo aja yang penting dapat uang," ucapnya sambil terkekeh.

Ongkos panggul

Setiap kuli panggul di Pasar Sandang Tegalgubug bisa berbeda dalam mematok harga jasanya, tak ada tarif bawah atau atas yang ditetapkan.

Jumlah uang yang dikeluarkan pengguna jasa Nuridi atau rekan-rekannya yang lain bergantung kesepakatan kedua belah pihak usai proses tawar-menawar yang terkadang berlangsung alot.

"Kalau ongkosnya beda-beda, kalau sama yang belanja biasanya transaksi dulu, kalau sama pelanggan (pedagang) sudah dipatok segitu, Rp 150.000 misalnya," papar Nuridi.

Akan tetapi, ada faktor lain yang dapat menjadi penentu tarif panggul yang diminta Nuridi kepada pengguna jasanya, yaitu jarak dan berat barang bawaan.

"Kalau sama orang belanja kan tergantung tujuannya juga, dari belakang (pasar) ke depan, bergantung bawa barangnya banyak enggak, kalau banyak bayarannya agak gede," tuturnya.

Di tengah waktu istirahatnya, Nuridi tak lelah menjelaskan, untuk karung berukuran kecil, dia membuka harga di kisaran Rp 25.000 sekali panggul hingga area depan pasar.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com