BANDUNG, KOMPAS.com — Fajar belum benar-benar menyingsing ketika Winda Azmiyatin menggeliat dari tidurnya yang tipis.
Di rumah sederhana di sudut Kecamatan Soreang,Kabupaten Bandung, ia menyalakan lampu dapur sambil menyiapkan diri untuk perjalanan yang saban hari ia tempuh.
Usianya 47 tahun, namun gerak langkahnya tetap sigap—seolah semangatnya telah ditempa dari luka dan ketabahan yang berlapis-lapis.
Baca juga: Akses Ambulans Terputus di Bandung Barat, Pasien Ditandu Lebih dari 1 Km
Sebagai pedagang daging ayam di Pasar Sehat Soreang, Winda telah mengenal kerasnya pagi jauh sebelum sebagian orang membuka mata.
Ia bergegas menuju pasar ketika udara masih menggigit, memanggul harapan demi dua anaknya yang masih duduk di bangku SMP dan SD.
Kehidupan baginya bukan sekadar soal bertahan, melainkan upaya mengalirkan kasih dalam rupa kerja keras.
Winda adalah seorang janda yang kehilangan pendamping hidup beberapa tahun silam.
Sejak itu, ia memikul beban keluarga seorang diri.
“Kalau bukan saya, siapa lagi? sepeninggalan suami, ya saya yang meneruskan dagang, alhamdulilahnya dulu saya sering nemenin, jadi sedikit paham," ucapnya lirih, saat ditemui, Rabu (3/12/2025).
Baca juga: Hujan Deras Picu Bencana di Bandung: Rumah Ambruk, Angin Kencang Sapu Permukiman, Dua Mobil Hanyut
Pekerjaan menjual daging ayam bukan hal yang ringan.
Ia harus bangun sebelum subuh, menerima potongan ayam dari pemasok, membersihkan, menimbang, lalu menyusun dagangannya di lapak kecil yang menjadi sumber nafkah utama.
Di balik senyumnya yang ramah, tersembunyi rasa lelah yang terus ia tekan agar tak membebani anak-anaknya.
Dalam sehari, penghasilannya tidak selalu pasti.
Ada hari-hari pasar lengang karena hujan atau harga ayam naik.
Ada pula masa ketika persaingan semakin ketat, membuatnya harus lebih sabar memanggil pelanggan satu per satu.
Namun, Winda tahu, setiap rupiah yang ia bawa pulang adalah nafas yang memperpanjang harapan.
Ketika matahari merangkak naik, Winda masih berkutat di balik meja kayunya.
Tangannya cekatan, mengiris daging ayam sambil sesekali melayani pembeli yang bertanya soal harga.
“Capek itu pasti, tapi kalau ingat anak-anak di rumah, capek itu jadi tenaga lagi," ucapnya.
Dua anaknya menjadi pusat semesta bagi Winda.