Irfan kemudian menyewa lahan di Karawang untuk mengujicoba limbah aren tersebut. Dia membawa satu truk limbah ke sana.
"Alhamdulillah hasilnya lebih bagus dari merang padi," jelasnya.
Setelah hasilnya sangat baik, Irfan kemudian menjual limbah aren ke Karawang. Satu truk limbah dijual seharga Rp 1,5 juta.
"Lama kelamaan (menjual limbah Rp 1,5 juta) habis di ongkos. Akhirnya kita kembangkan di dekat sumber limbahnya, di sini (Ciamis)," katanya.
Irfan kemudian mencoba menanam jamur merang di kampung halamannya di Desa Sarayuda. Namun masalah kembali muncul.
"Rupanya beda suhu (antara di Ciamis dengan Karawang). Kita merugi selama 6 bulan," terangnya.
Namun Irfan tak menyerah. Dia terus membuat penelitian-penelitian. "Kita uji formula lagi," jelasnya.
Bahkan, ia menggandeng sejumlah ahli jamur dari kampus tempatnya menimba ilmu di Yogyakarta. Dia juga menghubungi LIPI Yogyakarta.
"Kita enggak menyerah. Kita belajar dari kegagalan. Sampai akhirnya ketemu formula, sampai kita untung," jelas Irfan.
Awal ujicoba, ia hanya membuat satu-dua kumbung. Kini setelah berhasil memproduksi jamur merang, sudah ada 25 kumbung.
"Sekarang sudah produksi 80-100 kilogram jamur per hari, target lebih dari ini," katanya.
Baca juga: Kisah Sukses Saeful, Jual Piyama 300 Lusin per Bulan hingga Malaysia dengan Andalkan Medsos
Jamur hasil produksinya banyak dikirim ke luar kota seperti Pasar Caringin Bandung. Harganya lumayan, mencapai Rp 35 ribu per kilogram.
"Kita kirim ke sana (Bandung) lewat (angkutan) travel," ujarnya.
Permasalahan kembali muncul. Karena dikirim melalui travel, ketika jamur tiba di Pasar Caringin, gradenya turun.
"Kena macet di Nagreg, kemudian travel antar orang terlebih dahulu. Sampai Caringin jamur merang gradenya turun (karena lama di perjalanan)," kata Irfan.